|
Wanita berumur 50-an tahun itu tetap khusyuk berwudu di halaman sebuah musala yang terletak di tepi Kali Surabaya di kawasan Karangpilang, Surabaya. Heboh akibat keputusan Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur yang menajiskan air kali itu seperti tidak mengganggu ibadahnya. ”Ini kan air sumur, beda dengan air kali. Kalau air kalinya memang najis,” kata Mur, yang ditemui Rabu pekan lalu. Air yang dipakai bersuci jemaah musala itu dikucurkan oleh pompa air listrik dari sebuah sumur yang hanya berjarak lima langkah saja dari bibir sungai. Air dari keran itu memang terlihat bersih, kendati sungai di depannya keruh dan berbau anyir. Musala tersebut bukan satu-satunya. Masih ada puluhan langgar lain yang juga memanfaatkan air Kali Surabaya. Warga di pinggir Kali Surabaya memang sempat resah. Sepanjang dua pekan terakhir, masyarakat Surabaya sibuk membicarakan ihwal najisnya air Kali Surabaya. Soal ini memang tengah dibicarakan Majelis Ulama Jawa Timur. Majelis hendak mengeluarkan fatwa tentang apakah air Kali Surabaya najis sehingga tak bisa dipakai berwudu. Ini bermula dari hasil kajian Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) dua pekan lalu. Dari penelitian terhadap kualitas air yang dilakukan lembaga itu, kondisi sungai sepanjang 41 kilometer yang mengular dari Mojokerto itu mengandung logam berat dan senyawa beracun akibat tingginya volume limbah industri dan rumah tangga yang mencapai 3 ton per jam. Bukan hanya itu. Tingkat pencemaran bakteri E. coli di sungai tersebut sudah sangat tinggi. Itu menunjukkan bahwa Kali Surabaya sudah menjadi tempat buangan tinja warga. Inilah yang memunculkan kekhawatiran apabila digunakan untuk berkumur saat berwudu. Selain air kali, ”Air sumur di dekat sungai sangat rawan tercemar air sungai,” kata Direktur Ecoton Prigi Arisandi. Ecoton pun kemudian meminta Majelis Ulama Jawa Timur mengeluarkan fatwa soal najis-tidaknya air kali tersebut. Permintaan itu langsung di-respons Majelis. Tiga belas ulama dan ustad dua pekan lalu membahas persoalan penting dan genting ini. Mereka juga mendatangkan Profesor Sugianto, pakar lingkungan dari Universitas Airlangga, Surabaya. Selama tiga setengah jam mereka membahas status Kali Surabaya, apakah air suci tapi tak bisa menyucikan, mutanajjis (air yang terkena najis), atau berbahaya. Dalam Islam, status hukum air ada tiga kategori. Pertama, air suci menyucikan; kedua, air suci tapi tidak bisa menyucikan; dan ketiga, air yang terkena najis. Menurut Sekretaris Majelis Ulama Jawa Timur Ainul Yakin, para peserta mempertanyakan apakah yang membuat kali berubah warna, rasa, dan baunya adalah kotoran manusia atau limbah industri yang suci. Kalau berasal dari limbah domestik, sejauh mana kotoran ini mengubah air kali. Dalam konsep Islam mazhab Imam Syafi’i, air mengalir yang jumlahnya banyak tidak bisa menjadi najis kecuali setelah terkena benda najis, warna, bau, dan rasanya berubah. Faktanya, warna Kali Surabaya yang mengalir menuju laut dengan jumlah yang banyak keruh dan cokelat, bau, serta rasanya juga berubah. Sejumlah ulama kemudian sepakat Kali Surabaya masuk kategori air suci tapi tidak bisa menyucikan. Alasannya, air itu diduga terkontaminasi zat kimia berbahaya. Namun, ulama lain berpendapat, status kali hanya mutanajjis sehingga masih bisa dikelola menjadi air bersih, suci, dan bisa menyucikan. KH Ghozali Said, Wakil Rais Syuriah Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama Jawa Timur, mengingatkan agar fatwa dikeluarkan setelah meneliti sampel air karena tidak semua bagian Kali Surabaya tercemar berat. ”Kalau sudah ada sampel, baru dihukumi haram, suci, najis, mutanajjis, atau makruh,” dia menegaskan. Pendapat berbeda dilontarkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kota Surabaya Togar Arifin Silaban. ”Air kali memang tidak untuk sarana ibadah, tapi untuk diolah perusahaan air minum. Dan air yang sudah memenuhi baku mutu layak untuk berwudu,” ujar Togar. Berbagai pendapat itu akhirnya membuat Majelis bersidang lagi, Kamis lalu. Hasilnya: mereka mengeluarkan fatwa sementara bahwa membuang limbah industri dan rumah tangga tanpa diolah lah yang haram. Jadi nasib air Kali Surabaya masih akan terus mengalir. Yudono Yanuar, Adi Mawardi dan Kukuh S. Wibowo (Surabaya) Post Date : 28 April 2008 |