|
Prediksi BMG menjelang Desember 2007 menyatakan bahwa seluruh wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya mulai memasuki musim hujan. Rata-rata sifat hujannya normal apabila dibandingkan dengan rata-rata hujan dalam 30 tahun terakhir. Namun, hal ini bukan matematika karena normal bukan berarti aman dari "momok" yang bernama banjir. Apalagi dikatakan bahwa prediksi itu hanya mencapai bulan Desember 2007. anjir yang tergolong paling besar tahun 1996, 2002, dan 2007 terjadi berkisar pada bulan Februari. Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Sri Woro B Harijono berkali-kali menyatakan, hujan bukan satu-satunya faktor penyebab banjir di wilayah Jakarta dan sekitarnya. "Dari dulu volume hujan sama, tetapi berbeda dampaknya seiring waktu," ujarnya. Peneliti perubahan iklim dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Armi Susandi, mengatakan, isu banjir besar lima tahunan di Jakarta sekarang sudah tidak relevan lagi. Banjir besar dapat terjadi dalam waktu yang lebih singkat lagi, termasuk setiap tahun. Prediksi banjir di Jakarta dapat dilakukan dengan mengamati tiga fenomena alam. Apabila ketiganya itu terjadi beriringan, Jakarta harus siap-siap menerima air bah banjir. Ketiga fenomena itu meliputi masa bulan purnama yang akan menimbulkan pasang sehingga ketinggian permukaan air laut bisa mencapai di atas 40 persen wilayah Jakarta. Kemudian dinamika atmosfer dengan peralatan BMG yang paling mutakhir sekarang dapat melihat potensi curah hujan yang akan turun di Jakarta dalam dua hari berikutnya. Fenomena terakhir, pemantauan potensi curah hujan di wilayah Bogor, Puncak, dan Cianjur (Bopunjur). Jika ketiganya terjadi secara beriringan, "kolam raksasa" Jakarta terwujud. Selama November 2007, BMG memprediksi potensi banjir di seluruh wilayah Jakarta dalam kisaran rendah. Dengan kata lain, masih relatif aman. Desember 2007, potensi banjir di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan dikategorikan akan relatif tinggi. Lainnya masuk kategori menengah. Ini tentu sudah tidak lagi relatif aman. Pada bulan berikutnya, masih menunggu rilis prakiraan BMG. Sekalipun secara umum pada bulan November ini Jakarta dikategorikan relatif aman, di beberapa daerah sudah kedatangan "tamu rutin" berupa genangan air akibat luapan Sungai Ciliwung. Woro menegaskan, ada faktor lain yang terkait dengan perubahan fungsi lahan dan vegetasi. Hal itulah yang menjelaskan mengapa, di tengah masa relatif aman meski baru dalam prediksi dua bulan, beberapa kawasan di Jakarta mulai terendam. Komentar pun muncul, hujan tak seberapa saja sudah menimbulkan banjir, apalagi ketika hujan deras. BMG belum merilis angka kisaran prakiraan intensitas hujan selama beberapa pekan mendatang. Namun, BMG menegaskan, puncak musim hujan di Jakarta diperkirakan terjadi pada bulan Desember hingga Februari 2008. Sejauh ini BMG juga memperkirakan bahwa hujan yang terjadi secara umum tak akan separah awal tahun 2007. Anomali Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan BMG Mezak A Ratag, penyimpangan (anomali) cuaca sudah terdeteksi. Intensitas hujan di Jawa saat ini dalam keadaan normal, tetapi hujan yang terjadi seharusnya tidak seperti sekarang. Aktifnya beberapa gunung api di beberapa daerah telah memengaruhi cuaca. Debu-debu halus yang terpapar dari aktivitas vulkanologi membantu meningkatkan jumlah kondensasi awan. Gumpalan-gumpalan debu itu menjadi tempat berkumpulnya uap air dan menarik semakin banyak lagi. Akibatnya, di sebagian wilayah di Jawa hujan datang lebih cepat dari yang diperkirakan BMG. Akankah hal seperti itu berarti mempertinggi potensi banjir, khususnya di Jakarta? Sebagaimana pengalaman selama ini, banjir Jakarta tidak pernah berdiri sendiri. Armi memaparkan, kondisi pencemaran udara di Jakarta juga dapat diibaratkan semaian garam untuk membentuk hujan buatan. Polusi udara di Jakarta yang diduga kian tahun kian meningkat itu makin memiliki kemampuan menarik massa uap air optimal. Angin laut yang berembus ke daratan kemudian menimbulkan suplai awan dari Jakarta itu bergerak ke daerah Bopunjur. Intensitas uap air yang menimbulkan hujan akhirnya juga diduga naik dari tahun ke tahun. Hal itu juga didukung informasi dari BMG yang menyatakan volume banjir di Jakarta pada 2007 sudah jauh meningkat dibandingkan dengan tahun 2002. Kalau pada tahun 2002 volume banjir di Jakarta dalam hitungan kedalaman satu meter mampu menggenangi 528,8 kilometer persegi, pada tahun 2007 mampu menggenangi 706,5 kilometer persegi. "Peningkatan volume banjir ini menjadi fenomena perubahan iklim yang membuat curah hujan di Jakarta memiliki intensitas makin lebat. Ini diperparah lagi oleh adanya perubahan lingkungan daratan yang tidak lagi mampu menahan limpasan air hujan," kata Armi. Secara historikal, Bopunjur atau Bogor sendiri dikenal sebagai kota hujan. Menurut Armi, wilayah itu sekarang bakal makin banyak tersuplai massa uap air akibat kondensasi yang ditimbulkan dari dampak pencemaran udara di Jakarta. Ini menambah masalah bagi Jakarta. Manakala massa uap air terkonsentrasi di wilayah Bopunjur terus bertambah, dan bisa menimbulkan hujan seketika pada masa bulan purnama, Jakarta tak pelak akan banjir. Kawasan Bopunjur seharusnya menjadi daerah konservasi. Rata-rata curah hujan di kawasan itu mencapai 3.500 mm per tahun sehingga baik sebagai daerah resapan air dan penyangga hidrologi bagi kawasan sekitarnya. Bopunjur juga menjadi hulu beberapa sungai yang melintasi Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan Depok serta bermuara ke Teluk Jakarta. Tak kurang dari 13 sungai yang melintasi wilayah Jakarta berhulu di Bopunjur. Oleh karena itu, kerusakan area tangkapan hujan di kawasan Bopunjur merupakan malapetaka bagi kawasan hilirnya, Jakarta dan sekitarnya. Itulah yang sudah lama terjadi. Gesit Ariyanto dan nawa tunggal Post Date : 11 November 2007 |