|
Jakarta, Kompas - Kekhawatiran ancaman banjir akan semakin parah dan meluas di Pulau Jawa menjadi kenyataan. Banjir dan tanah longsor sporadis sejak awal tahun di beberapa tempat di Jawa Timur dan Jawa Tengah telah merambah ke Jawa Barat. Hingga Minggu (29/1) transportasi di pantai utara Jawa lumpuh. Bencana memang belum menjauh dari negeri ini. Setelah gempa bumi dan tsunami memorakporandakan Aceh dan Nias dengan korban 200.000-an jiwa akhir tahun 2004, kini banjir menerjang sebagian Pulau Jawa. Kerusakan fisik dan korban manusia memang tak sedahsyat tsunami di Aceh, tetapi bencana kali ini juga sesungguhnya menyengsarakan ratusan ribu bahkan jutaan penduduk di Jawa Timur (Jatim), Jawa Tengah (Jateng), dan Jawa Barat (Jabar). Mereka kehilangan tempat berteduh dan harta benda, kehilangan sumber nafkah, bahkan orang-orang yang mereka cintai. Belum terhitung kerugian akibat hancurnya infrastruktur transportasi, ekonomi, dan produksi. Transportasi putus Banjir yang melanda wilayah utara Pulau Jawa hingga kemarin menyebabkan jalur transportasi di pantai utara (pantura) masih putus. Jika Jumat dan Sabtu lalu arus lalu lintas putus di Kendal, Jateng, sejak Sabtu hingga Minggu malam jalur pantura putus antara Rembang, Jateng, dan Tuban, Jatim. Jalur pantura itu putus akibat jembatan di Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban, roboh diterjang banjir. Ratusan truk terjebak dalam antrean lebih dari dua kilometer karena truk-truk tersebut tidak dapat memutar akibat sempitnya badan jalan. Banjir di Tuban terjadi mulai Sabtu pukul 03.00, menyebabkan separuh badan jalan di Kilometer 48 dari arah Tuban ambruk. Banjir juga menyebabkan jembatan di KM 45 ambruk tergerus air. Dinas Bina Marga Jatim menyatakan, kemungkinan ruas itu baru bisa dilewati truk besar Rabu lusa dengan membangun jembatan darurat. Kendaraan kecil mungkin bisa lewat Senin ini. Kondisi jembatan harus benar-benar aman jika akan digunakan, apalagi jika dilalui kendaraan besar, ucap Kepala Polsek Bulu Ajun Komisaris Gatot Subagyo, kemarin. Dari arah Rembang ke Tuban, truk antre sepanjang sekitar 1,5 kilometer, dan panjang antrean truk dari arah Tuban ke Rembang sekitar dua kilometer. Adib (45), sopir truk semen, mengimbau agar pemerintah segera memperbaiki jembatan yang roboh. Uang saku yang kami bawa hanya cukup untuk dua hari. Kalau lebih dari itu kami makan apa, katanya mengeluh. Sopir truk lainnya, Priyatno, menambahkan, perusahaan biasanya tidak mau tahu mengenai kondisi di jalan. Yang mereka tahu hanyalah barang tiba di tujuan tepat waktu. Uang saku yang diberikan perusahaan juga tidak akan ditambah walaupun barang telat tiba karena ada musibah, ujar Priyatno. KA terlambat Selain jalur darat, angkutan kereta api hingga Minggu juga tersendat. Di Surabaya kereta api dari Jakarta dan Semarang atau sebaliknya terlambat hingga sembilan jam akibat terhadang banjir di Jateng. Bahkan perjalanan KA Rajawali Surabaya-Semarang dibatalkan. Keterlambatan ini menyebabkan ratusan penumpang dari Surabaya kemarin telantar di Stasiun Pasar Turi dan Stasiun Gubeng. Sebagian besar penumpang adalah anak sekolah, yang diliputi kecemasan karena Senin ini mereka masuk sekolah kembali. Di Stasiun Pasar Turi, Surabaya, sedikitnya 200 penumpang menunggu KA Rajawali jurusan Surabaya-Semarang. Mereka berharap-harap cemas karena Sabtu lalu perjalanan KA Rajawali dari Surabaya dibatalkan. Gatot (35), calon penumpang KA Rajawali, memesan tiket hari Jumat untuk pemberangkatan Sabtu pukul 12.57. Sejak pukul 11.00 ia dan keluarganya tiba di Stasiun Pasar Turi dan menunggu sampai pukul 17.00. Akhirnya ia mendapat pemberitahuan KA batal berangkat karena banjir di Semarang. Menurut petugas informasi Stasiun Pasar Turi, Gatut Dirgantoro, seluruh perjalanan KA melalui jalur pantura rata-rata terlambat datang enam sampai sembilan jam. Keterlambatan itu berpengaruh terhadap jadwal keberangkatan KA. Kepala Humas PT KA Daerah Operasi (Daops) VIII Jatim Sudarsono menambahkan, keterlambatan KA terjadi Jumat lalu akibat air menggenangi Stasiun Tawang, Semarang. Diperkirakan keterlambatan berlangsung lama. Keterlambatan angkutan KA ini lebih disebabkan banjir setinggi 50-60 sentimeter di peron dan emplasemen Stasiun Tawang. Rel KA di stasiun tersebut juga terendam air sekitar 20 sentimeter. Akibatnya, semua KA eksekutif dipandu lokomotif diesel hidrolik, dan semua perjalanan KA di lintas utara rata-rata terlambat lima hingga delapan jam. Penggunaan lokomotif diesel hidrolik memungkinkan rangkaian kereta penumpang melewati banjir di Stasiun Tawang karena jarak mesin dengan kop rel sekitar 24 sentimeter sehingga mesin tidak terendam air, kata Kepala PT KA Daops IV Semarang Rono Pradipto, kemarin. Namun, lokomotif diesel hidrolik yang tersedia hanya dua unit sehingga setiap KA penumpang dari arah Surabaya, Semarang, maupun Jakarta antre untuk ditarik ke stasiun yang tidak tergenang air. Rata-rata KA menunggu giliran ditarik empat hingga lima jam. KA yang terganggu perjalanannya adalah KA Argo Anggrek, KA Argo Muria, KA Gumarang, KA Sembrani, KA Rajawali, KA Kamandanu, KA Harina, KA Senja Utama, KA Fajar Utama, KA Kertajaya, dan KA Tawang Jaya. Tiga KA lainnya, KA Matarmaja, KA Brantas, dan KA Bangunkarta, dialihkan lewat jalur selatan. Selain itu, perjalanan KA lokal atau komuter Sabtu dan Minggu ditiadakan. Selain karena banjir di Stasiun Tawang, pada KM 24+3/4 antara Stasiun Kalibodri dan Stasiun Kaliwungu, Kabupaten Kendal, sebagian kawasan tergerus air hujan dan luapan Sungai Buntu. Alhasil, lalu lintas KA pada jalur utara sejak Sabtu dini hari hingga Sabtu siang terhenti. Selain Kabupaten Rembang, Tuban, Semarang, dan Kendal yang dilanda banjir, sejak Sabtu lalu banjir juga melanda Kabupaten Kudus, Pati, Demak, Jepara, Kota Tegal, Kabupaten Brebes, dan Pekalongan. Banjir bandang yang melanda tujuh kecamatan di Kabupaten Rembang Sabtu dini hari mengakibatkan lima orang tewas. Dua orang tewas terseret banjir, tiga lainnya tertimpa tanah longsor. Menurut Wakil Ketua Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam Kabupaten Rembang Hamzah Fatoni, selain korban jiwa, banjir bandang juga mengakibatkan 92 rumah roboh; 306 rumah rusak berat, sedang, dan ringan; 66 rumah tergenang; serta puluhan sarana umum rusak. Ini merupakan kerusakan terparah dan terbesar, dengan kerugian lebih dari Rp 5,1 miliar. Banjir bandang terutama disebabkan oleh curah hujan yang sangat tinggi dan rusaknya konservasi, (tidak ada penahan air), tutur Hamzah. Kalsel-Kalteng putus Di luar Jawa, banjir menggenangi trans-Kalimantan sepanjang 10 kilometer poros selatan di Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah, kemarin dan mengakibatkan putusnya hubungan darat Banjarmasin-Palangkaraya. Untuk melewati ruas yang tergenang air setinggi lebih kurang 60 sentimeter itu mobil maupun sepeda motor harus naik perahu penyeberangan. Jarak Banjarmasin-Palangkaraya sejauh 196 kilometer yang biasanya ditempuh dalam empat jam kini harus ditempuh lima hingga enam jam. Ruas trans-Kalimantan poros tengah di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, juga rusak parah. Menurut Kepala Biro Humas Kutai Barat Toni Imang, kerusakan jalan sepanjang 400 kilometer yang menghubungkan Kota Samarinda-Melak itu makin parah akibat tingginya curah hujan akhir-akhir ini, terutama di daerah Gunung Klekar, Kecamatan Muara Lawa, dan Blusuh. (nik/sup/kom/wie/d12/nut/ wad/and/ful/ssd/ray/) Post Date : 30 Januari 2006 |