|
KEDIRI- Pengelolaan sampah di Kota Kediri dinilai tertinggal jika dibandingkan dengan daerah lain. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Nur Ali. Setidaknya, itu terlihat dari peralatan yang dimiliki. DKLH baru memiliki dua alat berat, yaitu buldozer dan louder. Itu pun, kondisinya sudah memprihatinkan mengingat usia yang sudah 16 tahun. Selain sudah keropos, juga gampang mogok dan rusak. "Susah kalau sudah berhubungan dengan sampah, alat akan cepat keropos. Anda lihat, banyak sampah yang menyangkut di roda dan bagian alat lain, makanya gampang keropos. Kalau daerah lain, alatnya baru sehingga proses pengolahannya lebih cepat," tuturnya kepada Radar Kediri tanpa menyebut daerah yang dimaksud. Beberapa waktu lalu, tambah Nur Ali, pernah ada perusahaan dari Nagano, Jepang yang meninjau pengelolaan sampah di TPA Klotok. Yakni, Yuasa Sangyo Co Ltd. Mereka menawarkan alat pengelolaan yang lebih praktis. Akan tetapi, harganya cukup mahal, yakni Rp 10 miliar. Angka ini dirasakan terlalu berat bagi APBD yang kemampuannya terbatas. "Mereka sebenarnya bekerjasama dengan Kabupaten Jembrana, Bali mengenai pengelolaan sampah di sana. Berhubung hubungan kita baik dengan Jembrana maka mereka mampir ke sini," ungkap Nur Ali. Saat ini, kata dia, yang mungkin dilakukan DKLH hanyalah mengusahakan bantuan berupa hibah untuk buldozer. Dinas sanggup untuk menanggung biaya pengangkutannya. "Tapi, itu masih belum pasti," katanya. Lebih lanjut, mantan kabag kepegawaian ini men-jlentreh-kan, pendapatan yang diperoleh dari retribusi sampah selama ini tidak seimbang dengan biaya operasional pengelolaannya. Pada 2004, target pendapatan dari retribusi sampah sebesar Rp 244 juta. Sedangkan pada 2005 naik menjadi Rp 250 juta. Padahal, untuk operasional, setidaknya dibutuhkan Rp 456 juta per tahun. Rinciannya, untuk bahan bakar alat pengangkut sampah sebesar Rp 360 juta dan insentif petugas pengangkut sampah sebesar Rp 96 juta. Insentif ini diberikan untuk 236 orang. Masing-masing Rp 70 ribu untuk petugas persampahan, Rp 25 ribu untuk penyapu jalan, dan Rp 12 ribu untuk petugas pembersih sampah kantor. "Insentif ini diberikan setiap bulan, di luar honor mereka," jelasnya. Secara terpisah, Sekkota, Moh. Zaini menambahkan bahwa bantuan hibah alat berat itu dimintakan kepada Yuasa Sangyo, Jepang. Pemkot hanya membayar biaya transportasi seperti yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya. "Anggaran penambahan alat berat untuk pengolahan sampah belum masuk dalam APBD tahun ini. Makanya, tidak mungkin dalam waktu dekat dilakukan pembelian alat berat," terangnya, kemarin. Sementara, Komisi B DPRD Kota Kediri, hari ini, berencana untuk meninjau lokasi TPA Klotok. Mereka akan melihat kondisi peralatan pengolah sampah yang sudah memprihatinkan. "Kami sudah lama mendengar tentang hal itu. Kalau memang sudah tidak maksimal, kami akan usulkan untuk peremajaan karena sampah merupakan masalah yang cukup vital di perkotaan," kata Husni Syam, anggota komisi B. (dea) Post Date : 13 April 2005 |