Alat Penanganan Sampah Banyak yang Rusak

Sumber:Koran Sindo - 28 Oktober 2010
Kategori:Sampah Luar Jakarta

SOLO(SINDO) – Persoalan sampah di Kota Solo belum ada tanda-tanda bakal segera terselesaikan. Di tengah sulitnya Pemerintah Kota (Pemkot) Solo mendapatkan investor pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo,sejumlah alat berat di sana justru rusak hingga mengganggu penanganan sampah. 

Di TPA yang sudah overload tersebut ada tiga unit bulldozer, tapi hanya satu yang bisa beroperasi. Dua unit wheelloder masih bisa digunakan kendati sudah tidak maksimal lagi.Kerusakan juga dialami oleh beberapa truk dari puluhan unit truk pengangkut sampah. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Solo Satriyo Teguh Subroto mengungkapkan, rusaknya bulldozer itu telah menghambat proses penataan sampah dan berdampak pada meningkatkan biaya operasional.

Pengerjaan menjadi lebih lama.“Volume sampah mencapai 260 ton per hari. Sementara peralatan banyak yang rusak, kalaupun ada yang bisa beroperasi, itu sudah tidak maksimal,” kata Satriyo Teguh kemarin. Ia berencana mengajukan anggaran Rp15 miliar ke APBD 2011 untuk mengganti peralatan yang rusak tersebut. Rencananya,dana itu digunakan untuk mengganti dua unit dump truck. Untuk truk pengangkut sampah,hanya akan diremajakan lantaran dana terbatas.

“Jika tidak rusak, setiap truk hanya tiga kali angkut per hari dengan adanya beberapa yang rusak menjadi lebih banyak.Mungkin peremajaan saja,” tuturnya. Biaya untuk membeli satu unit bulldozer baru mencapai sekitar Rp4,5 miliar. Jika dilakukan perbaikan bisa menghemat anggaran karena hanya butuh kurang lebih Rp1 miliar/unit. Kerusakan berbagai peralatan tersebut membuat biaya operasional penanganan sampah menjadi membengkak.

Sementara alokasi anggaran biaya operasional armada sampah 2010 justru menurun Rp400 juta dari tahun lalu, dari sekitar Rp1 miliar menjadi hanya sekitar Rp600 juta. Menurut Sekretaris Daerah Kota Solo Budi Suharto. Nilai pendapatan asli daerah dari TPA Putri Cempo yang bersumber dari retribusi sampah hanya Rp2,9 miliar/ tahun.Adapun biaya operasional yang harus dikeluarkan sekitar Rp7–8 miliar/tahun. (fefy dwi haryanto)



Post Date : 28 Oktober 2010