|
INDRAMAYU, (PR). Kabupaten Indramayu menjadi projek percontohan (pilot project) pembuatan kompos dari sampah organik di lingkungan keluarga atau masyarakat. Balai Pemberdayaan PU Jakarta melalui Puslitbang Sebranmas (Sosial, Ekonomi, Budaya, dan Peran Masyarakat), mulai memasang composter di lingkungan perkantoran dan rumah-rumah penduduk. Teknologi composter yang diperkenalkan itu merupakan hasil temuan baru berkaitan dengan cara mengelola sampah organik menjadi kompos. Pemasangan composter yang merupakan hasil penemuan TTG (teknologi tepat guna), dilakukan di rumah penduduk, dengan harapan akan merangsang warga lainnya untuk melakukan hal sama. "Teknologinya sangat sederhana, namun hasilnya maksimal. Warga akan memiliki banyak keuntungan, sebab kompos itu bisa langsung digunakan sebagai pupuk bagi tanaman hias, kebun maupun tanaman budidaya," ujar Kepala Panitia Daerah Pemasangan composter, H. Abdul Mutholib, M.E., Jumat (30/6). Pemasangan komposter itu merupakan program pusat yang diterapkan di sejumlah daerah. Untuk Jabar, terpilih Indramayu dan Purwakarta. Dua daerah itu memperoleh 20 unit atau 40 buah komposter. Di Indramayu, 20 unit composter dipasang di sejumlah perkantoran, seperti Bappeda, Sekretariat Pemkab, serta Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Alat itu juga dipasang di rumah penduduk, di antaranya di Perumahan Paoman Asri, Margalaksana, dan Karangsong. Selain pemasangan composter, menurut Tholib yang juga Kabid Fisik Bappeda, ada juga program pelatihan yang berlangsung di kantor Bappeda. Ada sekira 300 peserta yang mengikuti program tersebut, yakni TTG berupa composter atau pengelolaan sampah keluarga, juga ada TTG pembuatan sumur resapan air hujan. Untuk composter, ternyata sangat sederhana dan murah. Warga hanya butuh membeli tong plastik dengan pipa paralon berukuran 2 sampai 4 inci. Petunjuk pelaksanaan (juklak) pembuatannya TTG composter cukup praktis. Tong plastik diberi banyak lubang di empat sisi tong saling berhadapan. Kemudian disambungkan dengan pipa paralon berukuran masing-masing 20 sampai 25 cm membentuk huruf "X" atau tanda plus (+) di ujung atas tong tadi. Setelah itu, tong plastik itu dikubur di tanah dengan kedalaman sama dengan tingginya tong tadi. Setelah dikubur, di dasar tong diberi batu koral dan setiap saat tong itu harus selalu dalam keadaan tertutup rapat. Untuk pembuatan kompos, warga cukup membuang sampah organik ke dalam tong tadi. Selama di dalam tong, proses penguraian sampah akan berlangsung secara alamiah dimulai dengan munculnya jasad renik seperti belatung. "Hanya 3 bulan kompos sudah jadi. Idealnya, satu keluarga memiliki dua komposter. Maksudnya, bila yang satu penuh, sampah bisa dibuang di tong yang satunya, sehingga proses komposter bisa terus berlangsung tanpa terputus," ujar Tholib.(A-93) Post Date : 03 Juli 2006 |