|
BANDUNG, (PR).-Sebanyak 415 kepala keluarga (KK) di Kampung Kiarapayung Desa Banjaran Wetan Kec. Banjaran Kab. Bandung kini tak lagi kesulitan air bersih. Sebuah sistem akuifer buatan yang dirancang Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum telah diaplikasikan untuk memenuhi kebutuhan air bersih sekaligus upaya konservasi lingkungan sekitarnya. Sistem akuifer buatan ini merupakan yang pertama di Indonesia. Kami berharap dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lain yang kesulitan air bersih, ucap Kepala Puslitbang Sumber Daya Air, Eddy Adyawarman Djadjadiredja, Rabu (17/1). Akuifer adalah lapisan di dalam tanah yang dapat menyimpan air bawah tanah. Air di dalam akuifer sangat bersih, karena mengalami penyaringan cukup lama. Air bawah tanah di akuifer itu sering dimanfaatkan para pemasang jet pump di Bandung saat ini. Akuifer buatan adalah sebuah sistem yang dibuat dengan cara mengumpulkan dan menyaring air dari sumber-sumber air untuk kemudian disalurkan kepada masyarakat, kata Eddy. Pembuatan bak penyaringan utama yang cukup besar, berisi pasir, kerikil, batu, serta ijuk mampu menyaring air permukaan yang keruh menjadi bersih. Debit air yang mengalir dari akuifer buatan 5 liter/detik dan disalurkan oleh 5 bak tandon (distribution tank). Dari bak tandon kemudian diteruskan dengan pipa menuju ke rumah warga. Biaya untuk membangun sistem akuifer buatan serta jaringannya ini sekira Rp 300 juta. Selamatkan lingkungan Menurut Koordinator Warga Peduli Lingkungan (WPL), Sunardi Yogantara, fasilitator pembuatan akuifer buatan itu, kata kunci dari pembangunan akuifer buatan adalah konservasi. Dengan manfaat air bersih yang dirasakan tiap hari, masyarakat akan ikut menjaga kondisi hutan yang menjadi daerah tangkapan air (catchment area). Sumber air akuifer buatan di Banjaran Wetan berasal dari kaki Gunung Malabar yang menjadi sub-DAS Cisangkuy. Sebanyak 80% air permukaan yang dimanfaatkan di Kota Bandung dan sekitarnya saat ini berasal dari sub-DAS Cisangkuy, kata Sunardi. Menurut dia, pembangunan akuifer buatan itu telah dirintis sejak tahun 2004 dan muncul dari usulan masyarakat yang selalu mengeluhkan air bersih, terutama saat kemarau. Sebanyak 105 petani akhirnya berhasil digerakkan membangun sistem akuifer hasil teknologi tepat guna Puslitbang Sumber Daya Air. Selain itu, petani juga mencoba menanam pohon kopi diselingi alpukat, untuk mengembalikan kondisi lahan kritis di sekitar Banjaran Wetan. Masyarakat Desa Banjaran Wetan menyambut baik pembangunan akuifer buatan itu. Kepala Desa Banjaran Wetan, Iya Sutiya mengatakan, telah lama masyarakat mendambakan air bersih. Ia berharap, masyarakat dapat melakukan tindakan konservasi atas kesadaran mereka. Kondisi lingkungan hutan di sekitar Banjaran Wetan juga diharapkan akan terus lestari selama masyarakat membutuhkan air bersih. (A-124) Post Date : 18 Januari 2007 |