Akses Sumber Air Harus Responsif Gender

Sumber:Jurnal Nasional - 27 Mei 2010
Kategori:Air Minum

PEMERINTAH daerah diimbau menyediakan akses air bersih yang lebih responsif gender. Pasalnya, saat ini kebanyakan sumber air masih dibangun di daerah yang jauh dari permukiman, yang hampir di seluruh desa tugas dan tanggung jawab penyediaan air adalah milik kelompok perempuan.

"Sebagai contoh sebuah desa di Pacitan, sumber air dan bak tampungan air yang dibangun oleh pemerintah setempat berada di daerah yang cukup jauh dari permukiman dan di bawah bukit. Para ibu dalam sehari jelas harus turun ke bawah untuk mengambil air demi kepentingan keluarganya," kata Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari saat membuka workshop Hari Bumi dan Hari Air Sedunia dengan tema "Penghematan Air yang Efektif, Efisien, dan Responsif Gender", di Jakarta, Rabu (26/5).

Menurutnya, dibandingkan dengan laki-laki, para perempuan juga memiliki tanggung jawab yang sama untuk mengambil air. Namun, sayang, masih terjadi ketidaksetaraan karena kaum laki-laki lebih mendapat kemudahan. Dalam hal ini mereka dapat menggunakan sepeda dan sepeda motor. Rata-rata aset pemegang kendaran di banyak daerah di Indonesia masih terjustifikasi dipegang oleh laki-laki karena merekalah yang mencari uang.

Oleh karena hal inilah Linda mengimbau para perencana pembangunan atau pemerintah daerah, memperhitungkan dengan benar jarak sumber air yang dekat di daerah permukiman agar beban kerja domestik kelompok perempuan dapat berkurang. "Penentuan tempat strategis juga harus dibicarakan dengan kelompok perempuan sebagai sasaran proyek air bersih. Tempat yang dianggap strategis oleh pemerintah atau pemerintah daerah belum tentu strategis bagi kelompok perempuan atau masyarakat miskin lainnya," katanya. Tak hanya soal tempat dan jarak, ketinggian dan material bak penampungan air juga harus diperhatikan. Hal ini terkait dengan jangkauan dan keamanan pengguna fasilitas tersebut.

Pakar Sumber Daya Air Terpadu dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia Firdaus Ali mengatakan, perempuan memiliki peranan penting untuk mengatasi krisis air yang kini tengah terjadi. Pasalnya, penggunaan air terbanyak berasal dari sektor rumah tangga yang sebagian besar urusannya saat ini kebanyakan dipegang oleh perempuan.

Menurutnya, jika dibandingkan dengan kota-kota besar seperti Yogyakarta, Surabaya, Makassar, serta Medan, ketersediaan air bersih di Jakarta menempati posisi paling buruk. Hasil Penelitian Teknik Lingkungan FTUI tahun 2008, dijelaskan Firdaus, diketahui distribusi penggunaan air bersih dalam sebuah rumah umumnya didominasi oleh aktivitas mandi sebanyak 30 hingga 35 persen, kakus atau penturasan 20 hingga 30 persen, serta kegiatan mencuci 20 hingga 25 persen. Sementara untuk kebutuhan minum dan masak serta bersih-bersih hanya 15 persen.

Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta Peni Susanti beberapa waktu lalu mengatakan, permasalahan air bersih di DKI Jakarta saat ini cukup kompleks. Oleh karenanya, ia mendorong para ibu untuk menghemat air. Salah satunya dengan cara mengurangi penggunaan air di rumah. Nunik Triana



Post Date : 27 Mei 2010