|
Bandung, Kompas - Banyaknya tumpukan sampah di Kota Bandung mendatangkan masalah baru. Meskipun sampah tidak bertumpuk di dekat hotel, restoran, maupun tempat makan, binatang seperti tikus dan lalat mulai berkeliaran. Selain itu, bau busuk sampah juga mulai merebak di sejumlah hotel, restoran, dan rumah makan di Kota Bandung. "Gara-gara bau sampah, sudah tiga minggu kami kehilangan pengunjung restoran hingga 98 persen. Sekarang, satu hari ada satu orang pengunjung makan di restoran saja saya sudah bersyukur," kata Saman HD Musa, salah satu pemilik Restoran Ikan Bakar Tondano di Jalan Bungur, Bandung, Rabu (16/3). Tumpukan sampah berada persis di samping restoran tersebut. Setelah longsor di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Leuwigajah, tumpukan sampah makin luas. Restoran Ikan Bakar Tondano tersebut berkonsep terbuka. Dalam satu area, selain restoran ada juga galeri dan distro pakaian. Agar tetap bisa melayani pelanggan, Saman memasukkan dua meja ke galerinya sehingga pengunjung masih bisa makan dengan nyaman. "Tapi sekarang galeri dan distro saya tutup juga pintunya karena lalat sudah banyak masuk. Dalam bisnis, kalau pintu tertutup itu kan aneh," kata Saman. Menurut dia, meskipun belum melihat ada tikus berkeliaran, karpet di kantornya sudah rusak karena gigitan tikus. Kendati tidak ada lagi pengunjung datang, restoran tersebut tetap buka karena perusahaan harus tetap menggaji karyawan. Saman mengatakan, dengan tetap buka, ia masih berharap ada pengunjung makan di tempatnya. "Tapi kalau dua atau tiga bulan masih seperti ini, saya tidak tahu lagi apakah modal yang kami miliki masih cukup untuk meneruskan usaha ini atau tidak," ujar Saman. Sudah lapor Saman sudah melaporkan keluhannya bersama masyarakat setempat ke Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan. "Janjinya Rabu mau diangkut. Tapi sampai siang belum ada pengangkutan," kata Saman. Bau busuk juga mengganggu Ilalang Restaurant and Coffee Shop di Jalan Bungur serta Restoran Tomodhaci di Jalan Sukajadi. Menurut Yuni Arti, Marketing Ilalang, pihaknya harus mengeluarkan biaya ekstra untuk menyediakan satu aroma terapi berbau lavender di sekitar 20 meja yang dekat tempat penampungan sampah dan pewangi ruangan. Jarak restoran dengan tempat penampungan sampah sekitar 100 meter. Restoran ini juga sudah menerima beberapa complaint dari pengunjung akibat bau sampah mengganggu saat mereka makan. Budi Sasongko, Executive Asisstant Manager Hotel Savoy Homann, mengatakan, hotelnya pun sempat terganggu sampah karena tidak diangkut selama lima hari setelah tragedi longsor sampah di TPA Leuwigajah. Untuk menanggulangi menumpuknya sampah di hotel, pihak hotel mengangkut sendiri sampah dan membuangnya ke suatu tempat. "Saya sendiri tidak tahu tempatnya, mungkin perkebunan, mungkin juga rumah kosong yang butuh material untuk menimbun tanahnya," kata Budi. Namun, satu pekan terakhir ini sampah hotel sudah diangkut lagi oleh PD Kebersihan. Hanya saja antisipasi agar lalat tidak masuk ke restoran tetap dilakukan. HS Hermawan, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat membenarkan hal tersebut. "Tumpukan sampah sih tersembunyi, jauh dari hotel dan restoran. Tetapi, restoran yang dulunya tidak pernah dihinggapi lalat sekarang mulai didatangi lalat. Saya bingung, obat apa yang bisa dipakai untuk mengusir binatang itu," kata Hermawan. "Saya tidak mengerti, Bandung ini tempatnya sarjana berbagai keahlian, tapi masalah kecil seperti tikus dan lalat saja kok susah sekali diselesaikan," lanjut Hermawan. Menurut Hermawan, Kota Bandung memiliki lebih dari 1.800 hotel dan restoran serta lebih dari 7.000 rumah makan. Sementara Jawa Barat memiliki lebih dari 4.000 hotel dan restoran serta sekitar 27.000 rumah makan. "PHRI sangat terbuka untuk melakukan kerja sama pengomposan bagi yang ingin memanfaatkan sampah-sampah organik yang dihasilkan hotel dan restoran," katanya. (y09) Post Date : 17 Maret 2005 |