|
Palembang, Kompas - Banjir yang terjadi dua pekan lalu di Belitang, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan, menyebabkan 200,25 hektar kolam ikan, 71,5 hektar mina padi terendam, serta 115 unit keramba hanyut. Kerugian para peternak ikan diperkirakan mencapai Rp 2,093 miliar, sebagai dampak hilangnya sekitar 109,3 ton ikan dan rusaknya bangunan kolam ikan seluas 20 hektar. Menurut Kepala Bidang Produksi Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) Boy Hermansyah, Selasa (1/2), total kerugian di Sumsel dipastikan jauh lebih besar karena terdapat ribuan keramba dan puluhan hektar kolam ikan di sepanjang tepi Sungai Komering dan Sungai Ogan yang dilanda banjir. Akan tetapi, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ogan Komering Ulu Timur dan DKP Sumsel hingga kini belum mengetahui kerugian secara pasti karena tidak ada catatan yang pasti mengenai hal tersebut. Kerugian akibat banjir itu pun sulit dipulihkan karena belasan unit pemijahan rakyat (UPR) yang menjadi sumber bibit ikan juga dilanda banjir. Tanpa ketersediaan bibit tersebut, petani akan mengalami kesulitan untuk membangkitkan kembali usaha perikanan mereka. Jika semua induk ikan turut terbawa air, para pengusaha UPR harus mendatangkan minimal 50 kilogram induk ikan dari Sukabumi, Jawa Barat. Harga satu kilogram induk ikan mencapai Rp 100.000. Mahalnya harga induk ikan disebabkan proses pengangkutan yang sangat mahal, terutama karena harus melewati proses pemeriksaan kesehatan, agar tidak menyebarkan penyakit ikan ke daerah lain. Boy mengatakan, untuk mengatasinya pemerintah akan membantu penyediaan 50 kilogram bibit ikan nila, patin, mas, mujair, dan gurami untuk setiap kabupaten. Meskipun bantuan itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan awal untuk satu hingga dua UPR, bantuan diharapkan dapat menjadi pemacu gairah dimulainya pengembangan perikanan darat pascabanjir. Rugi besar Menurut pengamatan pada hari Selasa kemarin, para peternak yang mengembangkan budidaya ikan dalam keramba apung di Sungai Ogan di Kecamatan Tanjung Raja, Kabupaten Ogan Ilir, juga terkena imbas banjir yang menyapu kawasan tersebut pertengahan Januari 2005 lalu. Sekitar 25 persen dari 400.000 ekor ikan yang dipelihara dalam sekitar 200 keramba apung di daerah itu mati setelah air keramba tercampur dengan berbagai limbah yang dibawa banjir. Para peternak tradisional tersebut masing-masing mengaku rugi hingga puluhan juta rupiah. Feru, salah seorang peternak ikan patin di Tanjung Raja, menyatakan, sekitar 3.000 ekor ikan yang dipelihara di tiga keramba miliknya mati. Ikan-ikan yang berusia antara tiga bulan hingga empat bulan itu mati, setelah air dalam keramba terendam banjir selama sepekan lebih. "Air banjir bercampur dengan limbah rumah tangga, pabrik, dan pestisida dari sawah. Air yang kotor itu membuat ikan-ikan langsung mati. Padahal, beberapa bulan lagi bisa dipanen," katanya. Hampir semua peternak ikan di daerah itu mengalami kerugian akibat banjir karena sebagian ikan yang dipelihara dalam keramba pasti ada yang mati. Amrulah (45), misalnya, termasuk salah seorang peternak yang mengalami kerugian besar karena sekitar 30.000 bibit ikan patin yang masih kecil yang dipelihara dalam kerambanya ikut mati. Bibit itu dibeli dari daerah Bogor, Jawa Barat, rata- rata seharga Rp 250 per ekor. (eca/iam) Post Date : 02 Februari 2005 |