WARGA terlihat resah di depan rumah mereka di kawasan Muara Angke, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara. Sesekali mereka berteriak ketika penjual air keliling muncul di ujung jalan perumahan mereka.
Tak jarang mereka pun harus kecewa karena penjual itu membawa gerobak air yang telah kosong lantaran habis terjual. Perjuangan untuk mencari air bersih itu seakan tak pernah henti dilakoni warga Muara Angke setiap harinya.
`'Memang harus teriakteriak begini kalau tidak mau keduluan orang. Kalau keduluan, lama lagi menunggu tukang air yang lain,'' ujar Meli, warga Muara Angke yang tinggal di Blok A, Kampung Pengasinan.
Menurut Meli, sudah sebelas tahun lamanya kawasan yang ditinggalinya tidak lagi mendapat aliran air bersih. Ia dan warga lainnya tidak dapat mengandalkan air tanah karena wilayah di pesisir pantai itu sudah mengalami abrasi air laut. Akibatnya, kualitas air tak layak karena kandungan garam tinggi.
`'Karena itu, kami tak punya pilihan, harus beli dari pedagang air keliling.'' Para pedagang air keliling itu, yang jumlahnya sekitar 50 orang, mengambil air di dua hidran umum berukuran besar, yang disuplai PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja).
Untuk memperoleh air bersih itu, para pedagang air membayar Rp3.000 kepada pemilik hidran untuk satu gerobak air berisikan 20 jeriken air berisi 20 liter per jeriken. Dari situ, pedagang menjual ke warga seharga Rp2.000 untuk dua jeriken.
‘’Biasanya kami membeli air dari pedagang air keliling untuk kebutuhan mandi dan mencuci. Ratarata Rp150 ribu-Rp200 ribu per bulan. Kalau untuk minum dan memasak, saya menggunakan air isi ulang,’’ kata Arini, 29, ibu dua anak.
Arini mengungkapkan warga Muara Angke sebenarnya sempat merasakan aliran air dari PAM pada 1996. Namun, setelah tiga tahun, warga mendapati keran di rumah mereka tidak lagi mengalirkan air, tanpa ada alasan yang jelas.
Kondisi itu semakin merepotkan ketika suplai air bersih semakin sulit saat menjelang air laut pasang pada Desember hingga Maret. Harga air akan naik hingga tiga kali lipat.
Meli dan Arini, serta warga Muara Angke lainnya, hanya berharap kepada pemerintah untuk memperhatikan mereka agar kembali mendapatkan akses air bersih. ‘’Setetes air bersih penting bagi kami. Tolong pemerintah perhatikan kami.’’ (Anata Siregar/S-8)
Post Date : 26 April 2010
|