Air Warga Tercemar

Sumber:Indopos - 30 November 2007
Kategori:Air Minum
MOJOKERTO - Warga Desa Bandung Kecamatan Gedeg Kabupaten Mojokerto mengeluhkan kondisi air yang terasa asin dan menguning. Diduga, air tersebut tercemari limbah dari industri pengepakan garam yang berada di dekat rumahnya. Selain itu, mereka juga mendapati tembok rumah rapuh dan perabot rumah tangga mudah berkarat.

Menurut warga, kondisi tersebut sebenarnya sudah dialami selama empat tahun. Selama itu, mereka merasakan adanya perubahan dengan air biasa dikonsumsi untuk kebutuhan rumah tangganya. Air yang dihasilkan dari sumber air di areal rumahnya itu mendadak berwarna kekuning-kuningan dan terasa asin. "Sejak air itu menguning dan asin, kami tidak pernah mengkonsumsi untuk minum. Hanya saja tetap kami manfaatkan untuk mencuci dan mandi. Sedangkan, untuk kebutuhan minum, kami mengambil dari sumber air di rumah tetangga," ungkap Suprapto, pemilik rumah yang berada tepat di samping industri pengepakan, kemarin.

Memang, menurutnya, dampak yang ditimbulkan dari limbah industri tersebut tidak sampai jauh ke rumah warga lainnya yang berada agak jauh. Namun, bagi dirinya yang berada sangat dekat, dampaknya sangat dirasakan. Tak sebatas air asin dan menguning, namun juga berpengaruh pada tembok rumah dan perabot rumah tangga. "Tembok rumah saya rapuh dan perabot rumah tangga mudah berkarat. Terus terang, kami sangat terganggu dengan kondisi tersebut. Belum lagi, suara mesin desel dari dalam industri tersebut," ujarnya.

Dirinya mengaku sudah mengadukan kondisi yang dialami tersebut ke pemerintah setempat dan beberapa instansi berwenang di Kabupaten Mojokerto. Namun, sejauh ini, dirinya belum mengetahui adanya perubahan yang berarti. "Pada bulan Mei lalu saya sudah mengirimkan surat pengaduan ke Satpol PP. Tapi sampai sekarang masih tetap seperti ini. Lalu kepada siapa lagi kami mengadu?" katanya.

Sementara itu, dimintai konfirmasi perihal dugaan tersebut, Muslikh, pemilik industri pengepakan garam, langsung membantah. Menurutnya, aktivitas industri yang dijalankan tidak menghasilkan limbah. "Kami tidak menggunakan air. Sehingga, tidak ada limbahnya," katanya.

Dikatakannya, selama beroperasi, industri yang memiliki sebanyak 16 orang karyawan tersebut cukup sederhana. Garam yang dikirim dari Gresik tersebut langsung diproses sampai dibentuk kotak-kotak. Selanjutnya, garam yang sudah terbentuk itu langsung dioven untuk pamadatan. "Terakhir dibungkus plastik dan langsung dijual. Kecuali kalau garam jelek harus dicuci dulu. Padahal, saya selalu mendatangkan garam dengan kualitas baik. Sehingga, tidak usah dicuci," tegasnya. (abi)



Post Date : 30 November 2007