|
BANYUMAS - Dalam beberapa pekan terakhir atau memasuki musim kemarau, pemandangan di Sungai Tajum, khususnya yang melalui Desa Kracak, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng) berbeda dari bulan-bulan sebelumnya. Saat sang surya mulai merekah menembus kabut pagi di wilayah itu, hampir satu kilometer (km) di daerah aliran sungai (DAS) Tajum sudah penuh dengan ratusan warga. Tidak hanya orang dewasa laki-laki, tetapi juga ibu rumah tangga bersama anak-anaknya terlihat di sungai tersebut. Ada yang mandi, ada pula yang mencuci pakaian. Itu dilakukan pada air sungai yang masih mengalir. Namun, sejumlah warga juga terlihat tengah menggali lubang-lubang di pasir dekat dengan aliran sungai tersebut. Siti (32), misalnya. Dengan membawa dua ember, dia menghampiri sebuah lubang yang telah dibuatnya dengan diameter hanya 0,5 meter (m). Kedalamannya tidak lebih dari 0,5 meter. Dengan membawa gayung kecil, Siti terlihat memasukkan air dari cowakan (lubang) yang telah dibuatnya untuk memenuhi dua ember di depannya. Untuk memenuhi dua ember tersebut, dia harus rela menunggu sekitar 15 menit. Ini karena setiap tiga kali air diambil langsung habis. Tetapi hanya dalam hitungan menit juga, air kembali memenuhi lubang tersebut. ”Seperti inilah kami memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Kalau untuk masak dan minum, warga di sini menggunakan air yang diperoleh dari cowakan yang digali di sepanjang Sungai Tajum. Airnya bersih seperti dari sumur,” ujar Siti yang memikul dua ember air dari sungai tersebut untuk memasak. Dia terlihat dengan santai memikul dua ember dengan menggunakan kayu yang diletakkan di pundaknya. Siti menyeberang sungai yang masih ada airnya di antara bebatuan yang cukup licin. ”Kebetulan suami saya kerja, jadi untuk mengambil air, saya sendiri yang harus mencari ke sungai,” ujarnya sambil berlalu. Tidak hanya Siti yang mengambil air di sungai tersebut. Ada ratusan warga lainnya yang menggantungkan kebutuhan air pada musim kemarau ini di Sungai Tajum. ”Sudah sejak tidak ada hujan, penduduk di sini memang menggantungkan kebutuhan air bersih di Sungai Tajum. Tidak hanya itu, Sungai Tajum telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan warga di sini, karena sungai itu juga untuk mencuci dan mandi,” ujar Kaswan (52), penduduk lainnya yang mengaku setiap pagi menggali lubang di sepanjang sungai. Menurutnya, mereka sengaja mencari air di Sungai Tajum lantaran sumur-sumur milik penduduk telah mengering. Bahkan, air yang dialirkan dari tuk (sumber mata air) juga tidak terlalu lancar. Kondisi itulah yang membuat penduduk harus rela untuk mencari air di sungai. ”Sementara ini bantuan air bersih dari Pemkab Banyumas tidak ada. Namun, jika ada bantuan air bersih tentu penduduk tidak mencari air di sungai atau setidaknya mengurangi kegiatan itu,” jelas pria yang tidak memakai baju saat mengumpulkan air. Kurang Higienis Dilihat dari segi kesehatan, air yang diambil warga setempat memang kurang higienis. Memang, warna airnya bening nyaris sama dengan air yang diambil dari sumur. Namun, air itu muncul tidak jauh dari aliran air sungai yang cukup kotor dan biasa digunakan untuk mencuci dan mandi, sehingga sabun dan segala kotoran lainnya juga ada di tempat itu. ”Saya tidak pernah sakit perut, meski saya mengonsumsi air masak yang berasal dari sungai ini. Barangkali memang cukup sehat untuk dimasak, toh airnya juga bening dan tidak berbau,” ujar Satiman (45), warga lainnya. Ketua RT setempat Kuswandi juga mengatakan jika selama ini tidak ada keluhan warga Kracak akibat mengonsumsi air yang diambil dari Sungai Tajum. Bagi warga Kracak, tidak pernah terpikirkan sedikit pun apa dampaknya kalau terus mengonsumsi air yang diambilnya dari Sungai Tajum. Yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana kebutuhan air sehari-hari dapat tercukupi. Meski harus menggali sungai, tanpa bantuan air bersih dari pemerintah. Sutriyono Post Date : 15 Juli 2008 |