|
Denpasar - Sebuah resor di kawasan wisata New Kuta, Bali, akan menerapkan teknologi pengolahan air laut menjadi air tawar. Teknologi sea water reverse osmosis ini akan memenuhi kebutuhan air bersih bagi Pecatu Indah Resort. Teknologi ini biasanya hanya dipakai untuk penyediaan air bersih di pulau-pulau kecil atau pembangkit listrik tenaga uap di tepi pantai, seperti di Paiton dan Muara Karang. Kris Herry Widodo, technical advisor water plant proyek ini, menyatakan baru sekarang teknologi itu diterapkan untuk keperluan resor. Investasi PT Bali Pecatu Graha untuk menerapkan teknologi ini mencapai Rp 16 miliar, termasuk membeli tiga set alat dari perusahaan General Electric di Amerika Serikat. Pemasangan konstruksi diharapkan selesai pada Januari mendatang dan bisa dioperasikan. Bila beroperasi maksimal, alat ini akan menghasilkan air bersih 3.000 meter kubik per hari. Proses pengolahan diawali dengan penyedotan air laut melalui pipa di kedalaman 10 meter pada jarak 400 meter dari garis pantai. Pemasangan pipa jauh dari lokasi surfing agar tidak mengganggu aktivitas para peselancar. Air lalu dialirkan ke tangki pertama untuk membersihkan bakteri dalam air dengan klorin (kaporit). Dari tangki pertama, air dialirkan ke tangki multimedia filter, yang terdiri atas aneka jenis pasir, untuk menjernihkan air. Proses penjernihan dilanjutkan dengan penyaluran air ke tangki micron filter. Air yang telah dibersihkan kandungan klorinnya dengan sodium metabisulfit dialirkan ke tabung osmosis terbalik. Dalam tabung ini, air ditekan dengan pompa bertekanan tinggi, yang mampu menghasilkan tekanan hingga 1.000 psi. Air disaring dengan membran khusus sehingga hanya unsur H2O yang bisa lolos. Air bersih yang dihasilkan lewat proses ini mencapai 45 persen. "Sisanya menjadi larutan garam yang dibuang kembali ke laut," kata Kris. Direktur Utama Bali Pecatu Graha Made G. Putrawan menyatakan pengolahan air laut dengan teknologi osmosis terbalik ini merupakan upaya untuk mengurangi dampak lingkungan proyek itu. Di kawasan itu akan berdiri lapangan golf 18 lubang, sejumlah hotel bintang lima, restoran, serta perumahan elite. Proyek kawasan wisata di atas lahan 400 hektare itu diperkirakan membutuhkan air 12 ribu meter kubik per hari. Padahal daerah Pecatu merupakan lahan tandus dari batuan kapur yang tidak menyerap air. "Kami tidak bisa bergantung pada PDAM, yang harus memprioritaskan layanan kepada masyarakat," ujar Made. "Walaupun secara ekonomis air olahan ini cukup mahal, Rp 12 ribu per liter." Rofiqi Hasan Post Date : 19 Desember 2006 |