|
Jakarta, Kompas - Sebagian warga DKI Jakarta dan sekitarnya mengeluhkan air tanah yang kian menyusut. Padahal, air tanah masih menjadi andalan sebagian besar warga akan air bersih. Kondisi itu juga terjadi di wilayah selatan Ibu Kota, yang selama ini disebut sebagai kawasan resapan air. Warga di kawasan Tegal Parang, Mampang Prapatan, misalnya, mengeluh kesulitan mendapatkan air bersih sejak bulan puasa lalu. "Sejak pertengahan puasa, dua minggu pertama, air sudah mulai menyusut, sampai akhirnya kering sama sekali," kata Asmani, warga Gang C, RT 08 RW 04, Tegal Parang Utara. Kamis (18/10) siang, sumur pompa di rumah Asmani sedang diperdalam dari semula 27 meter menjadi 32 meter. Untuk keperluan memperdalam air itu, ia harus mengeluarkan Rp 1,2 juta. "Pusing juga. Mana uang sudah menipis setelah Lebaran. Dulu belum pernah begini. Tahun 1997 sumur dalamnya cuma 16 meter, air sudah mancur," katanya. Tetangga Asmani di sepanjang gang itu pun mengalami kesulitan yang sama. Meski sebagian wilayah tersambung dengan instalasi pipa air PDAM, warga mengaku keberatan dengan buruknya kualitas air dan biaya bulanan yang harus mereka tanggung. Warga di RT 01 RW 02, Kelurahan Rawa Barat, Kebayoran Baru, juga mulai kesulitan air. Debit air dari sumur pompa semakin mengecil. Untuk mengisi air satu ember saja perlu waktu hingga setengah jam. "Itu pun suara pompa sudah berisik, harus cepat-cepat dimatikan. Kalau tidak bisa rusak," ujar Yudi (44). Keluhan serupa dirasakan warga di Kelurahan Kebayoran Lama Utara. Mulyadi (73), warga di Gang Sarkawi, RT 06 RW 03, mengaku baru memperdalam sumurnya sebelum Lebaran karena kering. Setelah diperdalam 12 meter lagi menjadi 42 meter, air baru keluar. "Sudah 20 tahun saya tinggal di sini, baru kali ini (terjadi peristiwa seperti ini)," ujar Kartini (60). Penyusutan debit air tanah juga terjadi di kawasan Setiabudi. Sebagian warga yang menggunakan air PDAM juga mengeluhkan suplai air yang kerap mati atau debitnya sangat kecil. Warga menggunakan air PDAM untuk keperluan mandi dan mencuci, sedangkan air tanah untuk minum. "Mati hidup terus. Airnya juga jelek banget enggak bisa dimasak buat air minum. Air sumur juga menyusut," ucap Nasri (56), warga RT 02 RW 02. Tiga bulan terhenti Pasokan air bersih ke sejumlah desa di Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, malah terhenti sejak tiga bulan lalu. Untuk kebutuhan memasak dan minum, warga membeli air bersih seharga Rp 1.500 per jeriken dengan kapasitas isi 25 liter. Sakihudin, warga Desa Muara Bakti, mengemukakan itu ketika ditemui kemarin. Menurut dia, air bersih ke desanya dan beberapa desa tetangga, seperti Desa Buni Bakti, biasanya dipasok rutin setiap bulan. Dengan mengandalkan air bersih yang dikirimkan pemerintah melalui program penanggulangan dampak subsidi energi itu, warga hanya membayar Rp 750 satu jeriken air bersih. (SF/COK) Post Date : 19 Oktober 2007 |