|
Jakarta, Kompas - Penyelamatan air tanah di Jakarta saat ini sudah saatnya menjadi prioritas. Buruknya kondisi air tanah tidak hanya disebabkan oleh pencemaran industri atau intrusi air laut, tetapi juga oleh limbah rumah tangga. Pangkal kerusakan air tanah itu sebenarnya disebabkan pula oleh tiadanya jaringan infrastruktur sanitasi kota. Demikian diungkapkan Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta Kosasih Wirahadikusumah dan peneliti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Raja Siregar secara terpisah, Minggu (26/3). "Limbah rumah tangga, baik itu black water maupun grey water, sangat mencemari. Apalagi detergen yang dijual di Indonesia ini kategorinya sangat keras, berpotensi besar mencemari lingkungan termasuk merusak air tanah," ujar Kosasih seusai peringatan Hari Air Sedunia di Monas. Yang disebut black water adalah limbah kotoran manusia yang dibuang ke septic tank. Sementara grey water adalah air buangan rumah tangga selain black water, yang selama ini terbuang begitu saja ke tanah atau saluran air. "Banyak kasus air kotor septic tank yang merembes ke air tanah. Makanya banyak sekali sumber air tanah di Jakarta yang tercemari bakteri E coli," lanjutnya. Raja mengatakan, perembesan air tinja ke sumur tidak terelakkan karena permukiman di Jakarta yang terlalu padat. Jarak antara sumur dan septic tank tidak lagi ideal, yaitu 15 meter. Sementara kualitas air PAM pun sangat mengecewakan. Akibatnya, untuk minum warga terpaksa harus terus-menerus membeli air minum dalam kemasan. Padahal, air minum dalam kemasan merupakan bentuk komodifikasi air yang sebenarnya tidak patut. "Kota Jakarta tidak dibangun dengan infrastruktur sanitasi, namun hanya infrastruktur pengolahan air minum (PDAM). Itu pun tidak berkualitas," ujar Raja. Hal ini, menurut Raja, berbeda dengan sejumlah negara tetangga yang peduli pada masalah sanitasi. Pemerintah tidak hanya membangun infrastruktur pengolahan air minum, tetapi juga terintegrasi dengan infrastruktur sanitasi, yaitu pengolahan limbah rumah tangga. Raja menambahkan, dengan demikian, limbah rumah tangga baik black water maupun grey water diolah secara terpadu. Septic tank di setiap rumah hanya merupakan persinggahan sementara. Limbah grey water pun tidak terbuang begitu saja di got atau tanah. Saat ini, hanya segelintir kota satelit di sekitar Jakarta yang membangun infrastruktur demikian secara mandiri. "Di negeri ini, limbah grey water terbuang liar begitu saja, apalagi yang black water. Semua tidak terurus. Dampaknya lalu berujung pula pada bermacam masalah kesehatan," ujar Raja. Kosasih mengatakan, pihaknya kini sedang berupaya menyosialisasikan pengelolaan kedua jenis limbah domestik itu dengan menggunakan septic tank khusus untuk konsumsi rumah tangga. (SF) Post Date : 27 Maret 2006 |