BANJARNEGARA -- Ratusan warga di Dataran Tinggi Dieng terancam kesulitan mendapatkan air bersih. Air sumur dan air tanah yang biasa mereka konsumsi diduga mengandung zat kimia yang berasal dari pupuk kandang dan pestisida. “Sumur milik warga sudah saya perintahkan untuk ditutup,” ujar Kepala Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Sriyadi, kemarin.
Sriyadi mengatakan air tanah milik warga sudah tiga tahun ini tercemar bahan kimia berbahaya. Berdasarkan hasil penelitian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, air tanah di Dieng disimpulkan mengandung bakteri E-coli.
Selain Kecamatan Batur, kata Sriyadi, air tanah yang tercemar zat kimia terdapat di Kecamatan Jajar dan Karangtengah, Wonosobo. Diduga pencemaran berasal dari penggunaan pupuk kandang dan pestisida dalam jumlah yang berlebihan pada tanaman sayuran. Kawasan Dieng merupakan lahan untuk pertanian sayuran. “Luas lahan pertanian di desa saya saja 146 hektare,” katanya.
Selain itu, pencemaran air tanah diduga terjadi lantaran alih fungsi lahan tanpa kontrol, sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas air tanah untuk dikonsumsi. “Saat ini air tanah di Dieng tak layak konsumsi,” kata Sriyadi. Selain mengandung bakteri E-coli, air tanah di Dieng berasa asin dan asam. Sriyadi pernah melakukan percobaan sederhana dengan memasukkan ikan ke air yang berasal dari sumur warga. “Hanya dalam waktu lima menit, ikan itu mati,” katanya.
Menurut Ahli Toksikologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Slamet Santoso, rasa asam dan asin pada air biasanya berasal dari pestisida dan pupuk. “Melihat kondisi Dieng yang hampir seluruhnya adalah lahan pertanian, sangat mungkin itu pencemaran pestisida,” katanya.
Slamet menjelaskan, air yang tercemar pupuk kandang akan berasa asam. Selain itu, residu pestisida yang menahun dan merembes ke tanah juga bisa menjadi penyebab tercemarnya air tanah. Sriyadi sendiri mengaku telah melakukan percobaan sederhana.
Akibat pencemaran, ratusan warga di daerah tersebut kini kesulitan mendapatkan air bersih. Mereka terpaksa berjalan kaki hingga 18 kilometer untuk mencari sumber air bersih baru. “Sumber air yang biasanya digunakan sudah hampir habis karena kemarau,” ujar Sriyadi. Ia mengaku sudah mengajukan bantuan kepada pemerintah daerah, namun belum ada tanggapan. Saat ini, yang bisa dilakukan warga adalah mencari sumber mata air baru di daerah pegunungan.
Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Banjarnegara Kukuh Hariyadi mengatakan pemerintah belum menerima permintaan bantuan air bersih. Selain itu, kata dia, uang untuk bencana sudah habis. Dana bantuan bencana Banjarnegara hanya Rp 100 juta. Saat ini pihaknya sudah mengajukan tambahan dana bantuan bencana sebesar Rp 500 juta.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Banjarnegara Yusri Husein mengatakan kasus Dieng mendapat perhatian khusus oleh Dinas. “Dinas akan melakukan tes ulang terhadap kualitas air tanah di Dieng,” katanya. Ia juga mengatakan Dinas sudah menyiapkan langkah antisipasi agar akibat yang ditimbulkan pencemaran tidak meluas.ARIS ANDRIANTO
Post Date : 02 Juli 2009
|