|
BANDUNG, (PR). Air bawah tanah (ABT) di wilayah pantai utara (pantura) Jawa Barat mengalami kerusakan karena merembesnya air laut ke daratan (intrusi). Akibatnya, air tanah di wilayah tersebut tidak bisa lagi digunakan sebagai kebutuhan air bersih masyarakat karena rasanya sudah asin dan mengandung klorida tinggi. Dari hasil penelitian Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Jawa Barat, ABT yang sudah mengalami kerusakan itu mulai dari Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu, hingga Cirebon. "Dari hasil penelitian, kerusakan air tanah sudah cukup luas bahkan sudah ada yang mencapai 26 km dari pantai, air tanahnya sudah asin," kata Kepala Distamben Jabar, Ismail Hasjim, Rabu (27/7). Dijelaskan, wilayah pantura yang sudah mengalami kerusakan air tanah terjadi di Cikampek. Di daerah itu tercatat, air payau sudah menyebar sejauh 28 km dari pinggir pantai. Lantas, air tanah yang berasa asin sudah menyebar sejauh 16,5 km dari pinggir pantai. Di Bekasi juga air payau sudah menyebar sejauh 12 km dan air asin menyebar sejauh 7 km. Kemudian di Binong air payau sudah menyebar hingga radius 35 km dan air asin menyebar dengan jarak 26 km. Di Ciasem, Subang juga sudah menyebar air payau sejauh 23 km dan air asin sejauh 15 km. Kemudian di wilayah Indramayu, khususnya di Kandanghaur air payau sudah merembes hingga 8 km dan air asin 6 km. Kemudian di Lohbener air payau menyebar 17 km dan air asin menyebar sejauh 13 km dan di Krangkeng air payau sejauh 11 km dan air asin sejauh 9 km. Di Kota Cirebon dan di Gebang Mekar Losari juga air payau sudah menyebar hingga 3 km dan air asin menyebar hingga 2 km. Menurut Ismail, terjadinya intrusi air laut diakibatkan oleh pengambilan air tanah yang melebihi batas sehingga tidak seimbang dengan masuknya air dari permukaan. Akibatnya, air laut yang lebih berat masa jenisnya langsung masuk ke akuifer (tempat penampungan air di dalam tanah) hingga mengendap. Pembatasan volume Akibat dari semua itu, air tanah di wilayah tersebut menjadi rusak, tidak bersih dan rasanya asin. Tentu saja dengan kondisi itu, air tidak layak untuk dikonsumsi kemudian akibat naiknya air laut akan menimbulkan kerusakan pada bangunan dan peralatan. "Ditemukan beberapa sumur milik warga sudah asin, dampaknya selain tidak layak dikonsumsi juga dapat merusak bangunan dan besi akan cepat keropos," katanya. Untuk itu, yang perlu diingat, air laut yang sudah masuk ke daratan tidak keluar lagi dan air akan terus berada di dalam tanah. "Berat jenis air laut lebih tinggi dari air tanah, akibatnya air laut yang sudah berada di dalam tanah tidak keluar lagi," katanya. Lebih lanjut Ismail mengungkapkan untuk mengatasi hal tersebut pihaknya akan melakukan pembatasan volume pengambilan air sebagai upaya penghematan dan konservasi maka besarnya volume air yang diambil dihitung secara progresif. Semakin besar volume pemakaiannya akan semakin besar pula kompensasi yang harus dibayar oleh pihak pengguna. Upaya lain, selain melakukan penertiban juga membuat waduk-waduk yang bisa menjadi reservoir air baku untuk masyarakat. Lalu melakukan pengelolaan air tanah berbasis cekungan melalui perencanaan yang kokoh berdasarkan kaidah hidrogeologi.(A-113) Post Date : 28 Juli 2005 |