|
BANDUNG, (PR). Permukaan tanah di cekungan Bandung mengalami penurunan 1-3 cm tiap tahunnya. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, penurunan permukaan tanah (land subsidence) mencapai 25 cm. Demikian diungkapkan Kepala Pusat Lingkungan Geologi Dr. Ir. Ade Djumarma Wirakusumah, Dipl. Seis., ketika ditemui usai acara Workshop Nasional Geologi Teknik dalam Perencanaan Tata Ruang dan Pembangunan Infrastruktur di auditorium Pusat Lingkungan Geologi, Jln. Diponegoro 57 Bandung, Selasa (14/11). Penurunan permukaan tanah, diperkirakan karena terjadinya eksploitasi besar-besaran akibat konsumsi air meningkat. Sementara, turunnya muka air tanah mencapai 80 m selama 20 tahun, dengan estimasi 4 m per tahun, katanya. Selain pengambilan air tanah yang berlebihan, penurunan permukaan tanah juga terjadi karena beban bangunan, konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, serta penurunan karena gaya-gaya tektonik . Namun, eksploitasi air tanah secara berlebihan menjadi penyebab dominan penurunan muka tanah untuk kota-kota besar. Hal ini terjadi tidak hanya di Bandung, tapi juga di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Yogyakarta, ujar Ade. Fenomena turunnya air tanah, terjadi terutama di daerah berpenduduk padat, ataupun daerah industri. Untuk penggunaan di perumahan, air tanah tidak terlalu berpengaruh. Namun, eksploitasi yang dilakukan di kawasan industri minimal 12 jam per hari, menyebabkan air tanah di daerah sekitarnya ikut tersedot. Akibatnya, daerah tersebut sering dilanda kekeringan. Mengenai batas ideal muka air tanah, tergantung lapisan air yang umumnya dipakai di kawasan tersebut, ucap Ade. Daerah yang mengalami penurunan lapisan air tanah paling besar adalah kawasan Bandung selatan. Sehingga daerah tersebut berpotensi banjir karena lapisan tanahnya sebagian besar terdiri dari lempung, yang mampu menyerap air lebih banyak sementara saluran keluarnya tidak ada. Penurunan tanah merupakan salah satu faktor signifikan yang menyebabkan banjir. Ketika titik-titik tanah pada satu kawasan menurun, daerah tersebut menjadi lebih rendah dari tempat-tempat lainnya dan membentuk cekungan, maka daerah tersebut akan menjadi daerah yang berpotensi banjir terutama saat musim hujan. Turunnya muka air tanah yang berpengaruh terhadap penurunan lapisan tanah, terlihat dari pengamatan terhadap pipa bor di Rancaekek. Lapisan tanah memadat akibat tidak ada air di rongga-rongga lapisan tanah, menyebabkan pipa yang bagian atasnya ditutup tembok itu mencuat ke permukaan sepanjang 25 cm sementara lapisan temboknya tetap. Daerah industri lain yang juga mengalami penurunan lapisan tanah akibat muka air tanah yang rendah, yaitu kawasan industri Leuwigajah Kec. Cimahi Selatan. Penurunan lapisan tanah bisa berpengaruh kalau ada perubahan alam yang cepat, misalnya gempa bumi dan dislokasi, ungkapnya. Apalagi, di dekat kawasan industri terdapat patahan geologi (sesar geologi) yang panjangnya mencapai 2-3 km. Air tanah yang tersedot, bisa mengakibatkan perubahan lapisan tanah yang bakal memengaruhi patahan geologi di daerah Cimindi. Mengenai aktif atau tidak, belum diamati. Patahan itu baru ditemukan pada 2004 lalu, ungkapnya. Saat hujan turun di Kota Bandung, hanya sekira 5% air yang terserap oleh tanah, sedangkan sisanya melimpas ke sungai atau ke jalanan. Karena itu, Ade menyarankan warga agar membuat sumur resapan untuk menampung air hujan. (A-158) Post Date : 15 November 2006 |