|
Palembang, Kompas - Kemarau yang berlangsung berkepanjangan menyebabkan sejumlah lokasi transmigrasi di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, kekurangan air bersih. Maka, air Sungai Musi pun laku dijual di kawasan itu seharga Rp 40.000 per drum isi 200 liter atau Rp 7.000-Rp 10.000 per jeriken isi 20 liter. Sejumlah warga di lokasi transmigrasi yang ditemui di Palembang, Rabu (11/10), mengaku, kekeringan sejak Juni lalu menyebabkan sumur di kampung tak lagi mengeluarkan air, sedangkan air sungai surut. Masyarakat di daerah pedalaman itu terpaksa membeli air Sungai Musi yang dibawa dengan drum dari Palembang dengan kapal jukung yang besar. Yunus (36), warga Desa Argomulyo, Kecamatan Muara Padang, Kabupaten Banyuasin, mengatakan, sebenarnya air Sungai Musi dari Palembang juga tidak terlalu bersih karena sudah tercemar limbah. Tetapi, air itu masih lebih baik dibandingkan dengan air sungai di jalur-jalur transmigrasi yang yang berwarna kehijauan, berbau, dan asam. "Daripada tidak minum, lebih baik membeli air Sungai Musi dari Palembang saja. Itu pun, kiriman dengan perahu jukung, kadang masih telat," tuturnya. Suroto, warga Desa Cendana, Kecamatan Muara Padang, mengaku, kemarau tahun ini lebih berat ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Kekeringan juga menyulitkan mereka berlayar melewati sungai yang surut. Mereka hanya bisa berlayar saat air pasang, yang hanya berlangsung sekitar empat jam sehari, pada siang atau sore hari. Untuk menghemat air, warga hanya mandi rata-rata dua hari sekali. Kini mereka berharap kemarau cepat berlalu dan hujan segera turun. "Kalau terus-terusan beli air, bisa tekor," ucapnya. Membeli air mineral Sementara itu bagi warga yang memiliki banyak uang, mereka lebih memilih membeli air mineral isi ulang atau kemasan kiriman dari Palembang. Di Palembang, harganya Rp 3.500 per galonsekitar 19 liter. Adapun di lokasi transmigrasi, harganya Rp 10.000-Rp 15.000 satu galon karena tingginya biaya transportasi. Sumur dan rawa kering Kemarau sejak Juni lalu membuat sumur dan rawa di berbagai daerah di Sumsel kering. Kekeringan melanda daerah pedalaman, antara lain kawasan permukiman dan transmigrasi di Sungai Rengit, dan Muara Padang, Kabupaten Banyuasin, serta di Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir. Sumur warga di sebagian pinggiran Kota Palembang juga kering. Misalnya di Kecamatan Sako dan Sukarame. Kedua kawasan itu tidak memperoleh pelayanan PDAM Tirta Musi. Sejumlah sungai juga mengering, seperti Sungai Komering di Cempaka, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, anak Sungai Ogan di Tanjung Lubuk, serta Sungai Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Beberapa sungai yang bermuara di Sungsang yang menyambung ke Selat Bangka sudah surut, namun belum kering. Warga enggan meminum air pasang dari laut itu karena asam, berbau, agak kental, dan rasanya tidak enak. Di beberapa kawasan terdapat satu-dua sumur yang tetap ada airnya saat kemarau, seperti sumur jauh di Desa Sungai rengit, atau sumur di Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Sako. Namun, persediaan air bersih dari sumur itu tak cukup untuk memenuhi kebutuhan semua warga. Masyarakat berharap pemerintah menyediakan air bersih saat kemarau, misalnya dengan bak yang diisi air bersih oleh PDAM atau membuat sumur bor. Kekeringan selalu berulang tiap tahun dan belum ada program penanganan yang tuntas. "Kalau terus begini, warga repot. Mau beli air mineral isi ulang, mahal. Minum air sungai yang surut dan kotor, kena diare," kata Rudi (30), warga Desa Pelabuhan Dalam, Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir. (iam) Post Date : 12 Oktober 2006 |