|
BANDUNG, (PR).-Kebiasaan jorok warga yang tinggal di bantaran Sungai Cikapundung, mengakibatkan air sungai itu tidak layak lagi dikonsumsi. Kebiasaan mereka membuang tinja ke Sungai Cikapundung, praktis menyebabkan air sungai penuh dengan bakteri koli (koli tinja). Bahkan, ribuan warga yang mengonsumsi air sumur yang berdekatan dengan Sungai Cikapundung rawan terserang berbagai penyakit, terutama diare. "Jika Cikapundung terus-menerus menjadi WC umum, ancaman penyakit membahayakan bisa terjadi sewaktu-waktu. Solusinya, warga harus mengubah kebiasaan membuang tinja ke Cikapundung," ujar Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuda Peduli Lingkungan (FKPPL) Jabar, Dedy Hidayat kepada "PR", Sabtu (1/1). Sebelumnya, Kamis (30/12), FKPPL bekerja sama dengan laboratorium ITB dan Badan Penanggulangan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar menggelar aksi sosial, melakukan uji mutu/kualitas air Cikapundung. Kegiatan yang dipusatkan di RW IV Kelurahan Balong Gede dan RW VIII Kelurahan Cikawao ini, merupakan kegiatan "Ramah Lingkungan IV" FKPPL Tahun 2004. Uji kualitas air Cikapundung ini, menyusul pernyataan Kepala Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan BPLHD Jabar, Dr. Setiawan Wangsaaatmaja, saat lokakarya "Cekungan Bandung: Geodinamika, Permasalahan, dan Pengembangannya" ("PR" 23/12). Ia memprediksi, 3,5 juta - 4 juta warga Cekungan Bandung berpotensi terkena diare, akibat mengkonsumsi air yang terimbas pencemaran bakteri koli di Sungai Citarum. "Tak hanya Sungai Citarum, Cikapundung pun penuh dengan bakteri koli. Ini berdasarkan uji kualitas air Cikapundung di laboratorium ITB," tegas Dedy. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel air sumur milik penduduk di Balong Gede dan Cikawao, yang berjarak 3-4 meter dari Sungai Cikapundung. Hasilnya, kualitas air sangat buruk karena penuh dengan bakteri koli. Artinya, air Cikapundung maupun air sumur milik penduduk di bantaran Cikapundung tidak lagi layak konsumsi. "Kenyataan ini harus menjadi perhatian semua pihak. Sebab, jika warga tetap mengonsumsi air yang penuh bakteri koli, mereka rentan terserang diare," tambahnya. Sebanyak 250 kali Sama seperti air Sungai Citarum, kadar koli tinja di Sungai Cikapundung, menurut Dedy, mencapai 50.000/100 mililiter atau 250 kali di atas baku mutu. Jika kualitas air seperti itu tetap dikonsumsi, jelas sangat membahayakan kesehatan. Mengutip penjelasan Dr. Setiawan, para penduduk di permukiman padat dengan kondisi septic tank yang buruk, berpotensi besar terserang diare. Pada kondisi lingkungan seperti ini, sumur penduduk sangat dekat dengan septic tank, sehingga mudah tercemar koli tinja. Jumlah keluarga di bantaran Cikapundung yang memiliki septic tank, kata Dedy, hanya berkisar 15%. Sedangkan 85% lainnya membuang tinja langsung ke sungai. "Angka itu, juga sama dengan di bantaran Sungai Citarum, seperti penelitian Pak Setiawan," ujarnya. Sebelumnya, Kepala Subbidang Lingkungan Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Kota Bandung, Sumpena mengatakan, untuk mengurangi beban pencemaran ke Sungai Cikapundung, pihaknya tengah mengkaji pembangunan saluran limbah di Cikapundung, mulai dari Lebak Siliwangi di utara sampai Jln. Soekarno-Hatta di selatan. "Kelak tidak boleh ada lagi limbah permukiman dibuang ke Cikapundung," katanya. Menurut Sumpena, limbah permukiman di sekitar Cikapundung dan anak-anak sungainya, kelak akan disalurkan ke dalam beberapa kelompok bak penampungan komunal, sebelum diteruskan ke septic tank raksasa atau instalasi pengolahan air limbah di Bojongsoang. (A-100) Post Date : 03 Januari 2005 |