Air Sumur Sekitar Mal Mengering

Sumber:Kompas - 10 Mei 2007
Kategori:Air Minum
Jakarta, Kompas - Masyarakat yang tinggal di sekitar mal, pertokoan-perkantoran besar, serta gedung tinggi seperti apartemen mengeluhkan mulai mengeringnya air dari sumur mereka. Sumur hanya terisi air dengan jumlah memadai saat turun hujan, tetapi setelah itu kecil.

Menurut Anastasya, warga Jalan Terogong, Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (9/5), semula air sumurnya dapat diandalkan untuk aktivitas harian keluarga. Namun sejak beberapa pertokoan besar dan apartemen berdiri di dekatnya, air sumur di rumahnya berkurang drastis.

"Air sumur hanya berlimpah beberapa jam setelah turun hujan deras. Namun jika tidak ada hujan selama tiga hari saja, air sumur kering lagi," kata Anastasya.

Keringnya sumur menyulitkan keluarga ibu tiga anak itu, karena air ledeng di kawasan tempat tinggalnya tidak lancar.

Di Kelurahan Petojo Utara, Jakarta Pusat, warga mengeluhkan keberadaan gedung perkantoran, pusat grosir dan apartemen di kawasan Harmoni yang menyedot air tanah. Irwansyah warga RW 08 mengatakan, kesulitan air semakin terasa terutama sejak sejumlah apartemen dan gedung yang memiliki sumur bor beroperasi. "Kami di sini sekarang kesulitan air bersih," ujarnya.

Warga yang mengandalkan sumber air dari Perusahaan Air Minum (PAM), juga mengalami kesulitan serupa. Ribuan warga rumah susun di Bendungan Hilir dan Petamburan misalnya, kerap kesulitan mendapat pasokan air.

Belum mencukupi

Menanggapi kesulitan warga itu, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso mengatakan, pemerintah kesulitan mengatasi masalah itu, karena pelayanan air dari PAM belum mencukupi kebutuhan penduduk dan usaha komersial.

"Pemerintah sudah menaikkan retribusi air tanah dari sumur dalam, 20 meter atau lebih, dari Rp 560 per meter kubik menjadi Rp 3.000 per meter kubik, tetapi hal itu tetap tidak mengurangi pemakaian air sumur dalam dari kawasan niaga," katanya.

Anggota Tim Restrukturisasi Air Bawah Tanah Jakarta, Firdaus Ali, mengatakan, sebenarnya, penyedotan air dari sumur dalam tidak berdampak langsung pada pengeringan air sumur penduduk, karena terdapat perbedaan lapisan air bawah tanah.

"Pengeringan justru terjadi karena kawasan usaha itu pun menggali sumur dangkal, dan melakukan penyedotan besar-besaran untuk menekan retribusi dari air sumur dalam," katanya.

Menurut Firdaus, kondisi itu sulit diatasi, karena PAM hanya mampu melayani 44 persen wilayah DKI Jakarta, seperti saat ini. Apalagi, retribusi air sumur dalam masih jauh di bawah tarif air PAM untuk pelanggan bisnis, Rp 6.000 sampai Rp 9.000 per meter kubik. (eca/ong)



Post Date : 10 Mei 2007