|
Kalimantan Selatan yang memiliki banyak sungai dan parit pada musim pancaroba (peralihan musim hujan ke musim kemarau) ini kembali diserang berbagai penyakit yang terkait buruknya sanitasi lingkungan, terutama diare. Hingga Juli ini setidaknya sudah lima orang balita meninggal akibat menderita diare. Wakil Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Selatan (Kalsel) M Hatta Antan Mas di Banjarmasin, Kamis (8/7), mengatakan hal ini. Mulai Januari hingga Juli ini kasus diare di Kalsel mencapai 5.793 kasus. Dari catatan Dinas Kesehatan Kalsel, kasus diare terbanyak menyerang Kabupaten Hulu Sungai Utara yang mencapai 1.788 kasus. Disusul kemudian Kabupaten Barito Kuala dengan 1.188 kasus. Tahun lalu kasus diare mencapai 36.415 yang mengakibatkan empat warga meninggal dunia. Hatta mengatakan kasus diare akan semakin meningkat seiring dengan berlangsungnya kemarau panjang. "Saat ini baru awal kemarau saja. Kemungkinan jika kemarau akan panjang, maka jumlah kasus diare akan bertambah banyak pula," katanya. Banyaknya kasus diare sangat terkait dengan faktor lingkungan dan perilaku masyarakat yang kurang menyadari sanitasi lingkungan. Korban diare umumnya berasal dari lapisan masyarakat bawah yang bermukim di daerah padat. Wilayah endemis serangan diare meliputi hampir seluruh wilayah kabupaten/kota di Kalsel. Terutama di daerah yang memiliki permukiman padat penduduk dan masih mengandalkan pemanfaatan air sungai seperti Banjarmasin. Dari pemantauan Kompas, saat ini sungai-sungai yang melewati Kota Banjarmasin debit airnya sudah berkurang. Hal itu mengakibatkan air pasang yang berasal dari laut lebih dominan mendesak masuk ke sungai sehingga air sungai masin (terasa asin). Selain masin, air sungai di perkotaan juga kotor karena sungai di Banjarmasin hingga kini masih menjadi tempat pembuangan sampah nomor satu bagi warga kota. "Padahal kami warga di Kelayan ini masih menggunakan air sungai ini untuk konsumsi, tapi mereka masih membuang sampah di sini," kata Masdari, warga tepian Sungai Kelayan. Direktur Bidang Teknik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandarmasih, Banjarmasin, Fajar Desira menegaskan, air sungai di Banjarmasin sudah tak layak konsumsi. Selain kotor, juga karena kadar garam (salinitas) sudah mencapai 20 kali ambang normal atau 5.000 miligram per liter. Bahkan PDAM Bandarmasih sendiri kini sudah tidak memakai pasokan bahan baku dari Sungai Bilu sepekan terakhir karena kualitas air sungai sudah tidak bisa diproses lagi. PDAM mengimbau masyarakat agar tidak mengonsumsi air sungai. "Kami sudah mengoperasikan 11 mobil, biasanya hanya 5 mobil," kata Fajar. (AMR) Post Date : 09 Juli 2004 |