|
YOGYAKARTA(SINDO) – Pelanggan PDAM Kota Yogyakarta mengeluhkan buruknya kualitas air.Selain berwarna hitam dan berbau,debit airnya juga makin hari makin kecil. Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Anis Sri Lestari mengutarakan, keluhan warga ini sudah sering disampaikan ke Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Dewan juga tidak henti-hentinya mendesak agar perusahaan milik daerah ini memperbaiki kualitas air.Sayangnya, kritikan wakil rakyat hanya dijadikan angin lalu. ”Semestinya, kalau sudah tidak mampu, hentikan dulu sementara (penyaluran air), tapi harus ada pemberitahuan kepada pelanggan,” katanya kepada SINDO kemarin. Penghentian sementara ini dirasa lebih baik daripada PDAM terus memaksakan diri memberikan air yang tidak sehat kepada masyarakat sebab dampaknya bisa memicu munculnya wabah penyakit. ”Lagi pula, untuk konsumsi minum ataupun memasak, sebagian besar masyarakat lebih mengandalkan air kemasan atau air sumur,” ujarnya. Selain penghentian produksi air kepada pelanggan, Anis juga berharap PDAM mencari sumber air baru yang mempunyai kualitas bagus. Meski mencari sumber air tidaklah mudah, pemerintah bisa membuat terobosan dengan memperdayakan teknologi yang sudah ada. ”Pokoknya harus ada jalan keluar dalam persoalan ini. Jangan hanya menghindar,”ingatnya. Senada dengan pendapat tersebut,anggota Fraksi Golkar Bagus Sumbarja meminta PDAM tidak hanya berorientasi pada keuntungan. Sebagai perusahaan daerah, pelayananlah yang menjadi prioritas. ”PDAM diubah saja menjadi Perusahaan Daerah Air Muncrat. Lha wong airnya buthek (keruh), kadang hitam kaya kopi. Buat mandi juga pliket (lengket),” selorohnya. Meski kualitas air PDAM ini terkenal buruk, tarif yang dikenakan kepada pelanggan terus meningkat. Mulai Maret 2007, tarifnya Rp1.000 per meter kubik untuk kategori sosial seperti masjid dan gereja. Untuk rumah tangga Rp1.250 per meter kubik,instansi pemerintah Rp1.500, niaga besar Rp5.300, niaga kecil Rp2.600, industri besar Rp5.800, dan industri kecil Rp4.000 per meter kubik. Melihat dari sisi pendapatan, PDAM memang tergolong sehat. PAD yang disetorkan pada 2006 mencapai Rp1,8 miliar. Pada 2007 meningkat menjadi Rp2,8 miliar. Anggota Komisi II DPRD Zuhrif Hudaya yang membidangi masalah ini meminta para pejabat PDAM transparan,baik terhadap pelanggan maupun saat pelaporan kepada Dewan. ”PDAM seharusnya terbuka pada siapa saja dalam memberi keterangan. Lebih bagus jika PDAM detail dalam menyampaikan biaya per m3 yang dibebankan ke pelanggan,” imbuhnya. Menurut Zuhrif, dalam berbagai kesempatan PDAM selalu berdalih keruhnya air ini disebabkan paralon atau pipa jaringan berkarat. Zuhrif mengimbau PDAM agar segera melakukan perbaikan.” PDAM itu kan perusahaan, seharusnya dipikirkan juga soal penyusutan alat atau bahan dan segera diperbaiki. Itu kan bagian dari business plan perusahaan,” tandasnya. (arif budianto) Post Date : 27 Oktober 2008 |