Palembang, Kompas - Pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Musi, terutama kalangan pengusaha, rumah tangga, dan pelaku kesehatan, terpaksa menggunakan alat penyaring air otomatis dan manual. Langkah itu dilakukan karena PDAM belum bisa memproduksi air layak konsumsi.
Dari pemantauan di lapangan, Kamis (8/4), para pelanggan yang banyak menggunakan alat penyaring air adalah pengusaha rumah makan dan pemilik unit pelayanan kesehatan (apotek, klinik, dan rumah sakit bersalin). Mayoritas menggunakan alat penyaring manual dan hanya sebagian kecil yang memiliki alat penyaring otomatis. Lama penggunaannya bervariasi, mulai dari setahun hingga tiga tahun.
Sulaiman (45), pemilik Apotek Berkah di Jalan Musi Raya, Kenten, Sako, mengatakan, dirinya sudah menggunakan alat penyaring manual sejak awal 2009. Dia memilih sistem manual dengan pertimbangan harga beli yang lebih murah dan biaya perawatan yang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan alat otomatis.
”Saya sadar tidak bisa memaksa PDAM stabil dan konsisten memproduksi air layak minum. Karena saya menjalankan usaha layanan kesehatan, salah satu syarat untuk maju ya harus ada air bersih setiap hari,” kata Sulaiman.
Menurut dia, satu-satunya cara realistis adalah dengan menyaring air PDAM. Karena itu, mau tidak mau dia harus membeli alat penyaring air. Tahun lalu, harga alat penyaring manual masih Rp 1,5 juta.
Hal serupa dilakukan Nuraina (32), pemilik toko material UD Jaya di Kentan, komponen-komponen penyaring air manual ini meliputi dua tandon air masing- masing memiliki kapasitas 2.000 liter dan 1.000 liter, busa penyaring, pasir, tawas, dan seperangkat jaringan pipa.
”Tandon harus dua buah. Satu unit untuk tandon utama berisi air yang belum disaring. Satunya untuk menampung air yang sudah disaring. Biaya rutin yang dikeluarkan juga tidak besar, antara lain untuk membeli tawas secukupnya, mengganti busa dan pasir setiap enam bulan sekali,” katanya.
Saat ini alat penyaring manual bisa dibeli seharga Rp 2 juta, termasuk jasa pemasangan instalasi. Di sisi lain, alat penyaring otomatis harganya bisa mencapai Rp 4 juta-Rp 5 juta dengan asumsi pembeli belum memiliki mesin pompa. Nuraina mengatakan, sebagian besar pembeli lebih memilih alat manual karena pertimbangan biaya dan hasil kualitas air tidak jauh berbeda.
Ghoffur (45), pengelola rumah makan Martabak Har, Sekip, juga menggunakan alat penyaring manual sejak tiga tahun silam. Sebagai pengelola bisnis rumah makan, air bersih merupakan syarat mutlak. Tanpa air bersih, mustahil para juru masak bisa membuat martabak atau makanan lain, yang rasanya enak dan disukai pelanggan.
Keluhan meluas
Keluhan soal buruknya layanan air bersih PDAM Tirta Musi ini ternyata meluas. Jika sebelumnya keluhan dilontarkan pelanggan di Kelurahan Lemabang dan Sako saja, saat ini keluhan serupa juga diungkapkan pelanggan di Kelurahan Sei Lasi dan Sei Selincah, Kecamatan Kalidoni.
Menurut Wantjik (43), warga RT 08 RW 12, air kotor dari PDAM ini sudah berlangsung sepekan. Selama ini kualitas air PDAM selalu berubah. Air terkadang jernih, tetapi tidak jarang kotor kekuningan dan berbau. (ONI)
Post Date : 09 April 2010
|