|
JAKARTA, KOMPAS - Penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia terhadap air minum dalam kemasan gelas, yang diproduksi oleh 21 perusahaan, menemukan AMDK gelas yang tidak layak minum. Selain itu, ada yang layak minum, tetapi dengan catatan harus dicermati lagi proses produksinya. Jika tidak, ia bisa menjadi tak layak minum. ”Konsumen harus hati-hati dengan AMDK (air minum dalam kemasan) gelas karena dari penelitian ditemukan ada AMDK gelas yang tak layak minum serta tak memenuhi standar SNI yang mensyaratkan kandungan koloni 1,0 x 10 pangkat 5 koloni per mililiter,” kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo, Rabu (27/10) di Jakarta. Penelitian YLKI dilatarbelakangi ditemukannya AMDK gelas yang tercemar. Selain itu, banyak ditemukan tempat penjualan yang tidak layak, AMDK gelas yang bocor, dan ditemukannya nomor register yang berbeda-beda dalam satu dus berisi 48 gelas air minum dalam kemasan. Hasil penelitian YLKI, menurut Sudaryatmo, ada dua merek AMDK yang kandungan koloninya jauh melebihi standar SNI. Padahal, tanggal kedaluwarsa AMDK tersebut Maret 2012. Ketika dimintakan tanggapan atas penelitian YLKI tersebut, ada pihak produsen yang memberikan tanggapan, tetapi ada pula yang mengabaikan hasil penelitian tersebut. Menurut Sudaryatmo, dari 21 merek AMDK yang diteliti, hanya 10 merek AMDK gelas yang hasil penelitiannya negatif, kandungan koloninya di bawah ambang batas, yakni Sanqua, Aqua, LeVia, Quary, Fantasi, Indomaret, Giant, Hypermart Air Minum, Carrefour Air Minum, dan SAP. Deputi III Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Pusat Roy Sparingga mengatakan, kandungan koloni pada air minum dalam kemasan gelas di pabrik bisa berbeda dengan yang ada pada distributor. Bisa jadi di pabrik sudah memenuhi standar, tetapi di tingkat penjual kualitasnya turun. ”Kondisi seperti ini bisa terjadi karena kandungan plastik pada kemasan bisa mencemari air,” ujarnya. (NAL) Post Date : 28 Oktober 2010 |