Air Masih Bermasalah di Jakarta

Sumber:Kompas - 22 November 2010
Kategori:Air Minum

Jakarta, Kompas - Masalah ketersediaan air bersih di Jakarta masih jauh dari sempurna. Walau telah menjadi pelanggan air bersih yang disuplai dua operator Perusahaan Daerah Air Minum, hal itu belum menjamin masyarakat, terutama di Jakarta Utara, mendapat suplai air bersih secara konstan.

Di lain pihak, warga Jakarta Utara juga kerap mengalami banjir dan genangan akibat permukaan tanah yang terus turun. Mereka juga tidak bisa memakai air tanah sebagai alternatif karena intrusi air laut yang sudah sangat dalam.

Kondisi sulitnya air bersih di Jakarta terlihat ketika empat RW di kawasan Lodan, Kelurahan Ancol, menjerit tidak mendapatkan suplai air bersih, pekan lalu. Bahkan, salah satu RW itu, yakni RW 08, sudah tidak mendapatkan suplai air bersih sejak lebih dari dua bulan.

Warga keempat RW itu tidak mungkin mengambil air tanah. Mereka terpaksa membeli air pikulan yang harganya cukup mahal, yakni Rp 5.000 per pikul. Rata-rata setiap keluarga membutuhkan lima pikul untuk memenuhi kebutuhan mandi, cuci, dan masak.

Berhentinya suplai air ke wilayah Lodan itu diduga karena adanya kebocoran pipa air primer milik PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja). Menurut Meyritha Maryanie, Manajer Humas Palyja, kebocoran itu sulit ditemukan dan diperbaiki. ”Kebocorannya diperkirakan terjadi pada pipa yang letaknya di bawah jalan yang sudah dibeton,” kata Meyritha.

Dengan kondisi demikian, Palyja sulit untuk menemukan di mana letak titik kebocoran. Palyja sudah memakai gas helium untuk mendeteksi kebocoran. Namun, karena jalan itu sudah dilapis beberapa kali, jarak antara pipa dan permukaan menjadi dua meter. Akibatnya, gas helium tidak bisa mendeteksi lagi karena terlalu jauh. Gas helium baru bisa bekerja jika jarak maksimal antara pipa dan permukaan tanah 1,5 meter.

”Sulit bagi kami untuk mencari titiknya. Selain itu, pihak Pekerjaan Umum juga tidak akan mengizinkan jalan beton itu digali jika umurnya belum satu tahun,” tutur Meyritha.

Dia menambahkan, jika nantinya sudah ditemukan titik kebocorannya, bukan berarti Palyja bisa langsung memperbaiki. ”Jalan Lodan, Jalan Mangga Dua Raya, Jalan RE Martadinata, dan Kampung Bandan adalah jalan yang dilalui truk-truk besar selama 24 jam. Jadi, jika harus membongkar jalan, harus dilakukan malam untuk mencegah kemacetan. Sementara kalau malam, berarti jam kerja perbaikan sangat pendek,” kata Meyritha.

Meyritha mengakui, wilayah Lodan adalah wilayah yang paling ujung dari layanan Palyja, dan wilayah-wilayah paling ujung ini memang paling rentan terhadap suplai air. ”Jika ada gangguan sedikit saja, misalnya mutu air baku buruk sehingga kami harus menghentikan produksi, atau listrik mati di instalasi pengolahan air kami, maka wilayah Jakarta Utara yang paling dulu mengalami air mati.”

Kesulitan makin terasa karena warga Jakarta Utara tidak memiliki alternatif mendapatkan air bersih sebagaimana warga Jakarta Selatan. Warga Jakarta Selatan atau Jakarta Timur masih bisa mengambil air tanah. ”Jadi mereka tidak pernah teriak jika air PAM mati,” ujar Meyritha.

Kini Palyja telah mengalirkan lebih banyak air bersih lagi ke keempat RW di Lodan agar mereka bisa mendapatkan air, meskipun baru bisa pada malam hari dan bergantian. Adapun untuk RW 08, mereka mau menerima truk tangki sejak awal sehingga tidak terlalu kesulitan air.

Banyak faktor

Firdaus Ali, anggota Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BRPAM), yang juga pengajar Ilmu Lingkungan di Universitas Indonesia, di Jakarta, Minggu (21/11), mengatakan, air bersih menjadi hal yang sulit dipenuhi di Jakarta karena beberapa faktor. Secara umum, masalah air dipicu oleh keberadaan dataran Jakarta yang berada di bawah muka air laut pasang.

”Sekitar 40 persen atau 24.000 hektar wilayah DKI Jakarta adalah dataran rendah, terutama di daerah Jakarta Utara, seperti di Sungai Bambu, Papanggo, dan Warakas. Ketinggiannya di bawah muka air laut dan yang sudah ditanggulangi kurang lebih baru 9.000 hektar,” kata Firdaus.

Untuk mengatasi masalah kebutuhan air bersih, banyak warga Jakarta menggunakan air tanah dalam. Eksploitasi berlebihan air tanah dalam turut memicu terjadinya penurunan muka tanah dan mempercepat proses intrusi air laut. Ujung–ujungnya adalah air bersih kian sulit diperoleh.

Padahal, setiap hari, sesuai data BRPAM, Jakarta harus bisa memasok kebutuhan air bagi penduduk resmi maupun warga dari luar daerah yang setiap hari beraktivitas di Ibu Kota. Sesuai Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk resmi DKI Jakarta mencapai 9,6 juta jiwa dan jumlah total penduduk harian diperkirakan 12,5 juta jiwa.

”Kondisi pertumbuhan kota sudah melewati daya dukung lingkungan wilayah kota. DKI Jakarta memiliki 13 sungai dan 43 situ/waduk, tetapi hampir semuanya dalam kondisi rusak atau tercemar sehingga tidak layak dijadikan air baku,” kata Firdaus.

Sistem pelayanan air bersih perpipaan yang ada, tambahnya, baru mampu melayani sekitar 44 persen dari total populasi di Jakarta.

Untuk itu, kata Firdaus, harus ada solusi cepat mengatasi masalah air di Jakarta. Pemerintah diminta membuat terobosan rencana dan segera melaksanakan pembangunan dengan target pada tahun 2015 seluruh kawasan di Jakarta Utara harus mendapat 100 persen suplai air bersih perpipaan. Selanjutnya secara bertahap hingga 2030, layanan air PAM diperluas hingga bisa mencapai target zero pemakaian air tanah dalam.

Perluas cakupan

Sementara itu, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bhagasasi, Bekasi, berencana menambah dua water treatment plant (WTP) untuk memperluas cakupan layanan.

Dua WTP, yang rencananya akan dibangun mulai tahun depan, masing-masing WTP Pondok Ungu, Kota Bekasi, dengan kapasitas 300 liter per detik dan WTP Tegalgede, Cikarang, Kabupaten Bekasi, dengan kapasitas 500 liter per detik.

”WTP Pondok Ungu akan menyuplai air ke wilayah utara Bekasi, mulai dari perbatasan Kota Bekasi dengan Kabupaten Bekasi sampai ke wilayah Tarumajaya dan sekitarnya. Sementara WTP Tegalgede akan menambah pasokan air bersih di wilayah Cikarang Utara, Cikarang Selatan, dan Cikarang Pusat,” kata Direktur Utama PDAM Tirta Bhagasasi Wahyu Prihantono, Minggu.

Wahyu menambahkan, di wilayah Cikarang saat ini terdapat sekitar 30.000 calon pelanggan yang masuk daftar tunggu pemasangan sambungan di PDAM. (NEL/ARN/COK)



Post Date : 22 November 2010