|
Selama musim kemarau ini, sejumlah daerah di wilayah Banten mengalami krisis air bersih untuk kebutuhan konsumsi warga setiap hari. Warga di daerah tertentu, terpaksa mengonsumsi air keruh dari sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal itu dialami warga Kecamatan Patia, Kabupaten Pandeglang. Pada saat musim hujan tiba, warga Kecamatan Patia menderita kebanjiran, akibat meluapnya air sungai di wilayah itu. Sementara ketika musim kemarau, warga menderita kekurangan air bersih. Namun, hingga kini pemerintah daerah setempat belum melakukan langkah konkret untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga. Memang, terkadang warga membeli air bersih yang dijual di kios-kios dengan harga Rp 3.000 per 20 liter. Namun, warga Kecamatan Patia yang sebagian besar terdiri atas petani dan nelayan tidak sanggup membeli air setiap hari untuk kebutuhan memasak dan minum. "Kami terpaksa mengonsumsi air keruh dari Sungai Cilemer dan Ciliman, karena air sumur mengering selama dua bulan terakhir akibat musim kemarau. Bagi keluarga yang mampu, bisa membeli air bersih. Namun, kami yang kemampuan ekonomi pas-pasan tidak mampu membeli air untuk kebutuhan minum setiap hari," ujar Aminah, warga Desa Surianen, Kecamatan Patia, baru-baru ini. Krisis air bersih yang paling parah dialami warga Desa Turus, Rahayu, dan Pasir Gadung, Kecamatan Patia. "Untuk membeli air 20 liter dengan harga Rp 3.000, warga harus menggunakan jasa ojek dengan biaya Rp 60.000. Karena jarak antara Desa Turus ke Desa Surianen sangat jauh. Karena itu, warga terpaksa mengonsumsi air keruh," kata Aminah. Salah seorang aktivis pemuda Kecamatan Patia, Fauzi menjelaskan, tidak ada pilihan lain bagi warga yang mengalami krisis air bersih selain menggunakan air keruh untuk kebutuhan sehari-hari. "Biaya transportasi dan harga air bersih cukup mahal bagi warga miskin. Karena itu, tidak ada alternatif lain, selain memanfaatkan air yang ada, kendati tidak memenuhi standar kesehatan," ujarnya. Bantuan Sumber air bersih seperti sumur timba dan sumur bor yang dimiliki warga kini dalam kondisi mengering akibat musim kemarau. "Kami hanya meminta kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang untuk memberikan bantuan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sehingga warga tidak harus meminum air keruh," katanya. Sementara itu, Kepala Desa Idaman, Kecamatan Patia, Salman mengatakan, warganya sebagian besar menggunakan air Sungai Cilemer yang tak layak konsumsi untuk kebutuhan sehari-hari. "Kami tidak bisa berbuat apa-apa selain mengharapkan bantuan dari Pemkab Pandeglang," katanya. Camat Patia, Ali Kohar mengatakan, di wilayahnya terdapat sembilan desa yang mengalami kekurangan air bersih, yakni Patia, Surianen, Rahayu, Ciawi, Cimoyan, Babakan Keusik, Idaman, Turus, dan Pasir Gadung. "Kami sudah melaporkan persoalan krisis air bersih ini ke Pemkab Pandeglang. Namun, Pemkab Pandeglang belum mengirimkan bantuan air bersih," ujarnya. Selain Kecamatan Patia, warga Kecamatan Bojong, juga mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Mereka meminta Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Pandeglang segera mengirimkan air bersih, sehingga warga tidak menderita kekurangan air bersih untuk konsumsi setiap hari. Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pandeglang, Akhmad Baihaki, meminta PDAM agar selain mengirimkan air bersih untuk kebutuhan warga, juga membangun jaringan pipa sehingga air dari PDAM bisa dinikmati warga Kecamatan Bojong. "Jika PDAM memiliki komitmen yang kuat untuk mengembangkan usaha dan melayani masyarakat, pembangunan jaringan pipa air bersih ke Bojong akan terwujud dalam waktu dekat. Warga Kecamatan Bojong sudah lama meminta untuk dibangun jaringan pipa, namun hingga kini belum terwujud," katanya. Secara terpisah, Direktur Utama PDAM Pandeglang, Tatang Muhtasar menegaskan, pihaknya sedang memikirkan pembangunan jaringan pipa distribusi air bersih ke Kecamatan Bojong, sebab wilayah tersebut sangat potensial untuk pemasaran air bersih. [SP/Laurens Dami] Post Date : 13 Agustus 2008 |