|
Jakarta, Kompas - Menyusul penataan dan program Kali Sentiong Bersih, tidak lama lagi warga sekitarnya akan dapat mengonsumsi air yang mengalir kehitaman di kali yang membelah kawasan Galur-Tanah Tinggi hingga Kemayoran di Jakarta Pusat itu. Setidaknya, rencana pengolahan air Kali Sentiong menjadi air minum itu mengemuka dalam dialog lesehan dengan tajuk "Sungai Sentiong Masa Lalu, Kini, dan Akan Datang", Sabtu (8/4) malam. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sarwono Kusumatmadja yang juga mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup yang hadir dalam dialog itu menyatakan, pembuatan instalasi pengolahan agar warga dapat memanfaatkan air sungai untuk keperluan sehari-hari tersebut sedang diupayakan. "Saya sudah minta sejumlah ahli mendesain instalasi pengolahan. Upaya kerja sama untuk pendanaan juga sedang dirintis," kata Sarwono. Menurut Sarwono, langkah itu merupakan kebijakan strategis karena Perusahaan Air Minum (PAM) selama ini tidak mampu memenuhi kebutuhan seluruh warga. Mekanisme yang dirancang untuk warga sekitar Kali Sentiong juga bisa menekan biaya karena melibatkan masyarakat sehingga harga air olahan akan lebih murah dari produk PAM. Untuk mencapai sasaran tersebut, Sarwono di hadapan ratusan warga dan tokoh masyarakat dari kawasan Sentiong dan Galur meminta warga menjaga kebersihan Kali Sentiong. Anggota DPD asal Jakarta itu akan membantu warga mendapatkan pelatihan pengolahan sampah menjadi pupuk agar dapat menjadi sumber keuangan seperti sudah dilakukan di Jakarta Utara dan Kampung Banjarsari, Jakarta Selatan. Dalam pemantauan, kondisi Kali Sentiong terlihat sudah mulai rapi karena adanya pemagaran yang dilakukan semasa Hosea Petra Lumbun memimpin Jakarta Pusat. Warga kini mulai menjaga kebersihan bantaran sungai dan membuat taman serta jalur hijau di sepanjang lokasi tersebut. Untuk mewujudkan harapan itu, Wali Kota Jakarta Pusat Muhayat yang juga hadir dalam dialog meminta warga Sentiong dan Galur secara terpadu menjaga kebersihan sungai. Pasalnya, upaya pembersihan oleh warga sekitar Kali Sentiong tidak akan berhasil kalau di kawasan hulu yang merupakan wilayah Galur tidak melakukan kebijakan sama untuk menjaga kebersihan. Dalam kajian teknis, pengolahan air tersebut dioperasikan oleh tiga orang yang masing-masing bekerja delapan jam sehari. Pengoperasian sangat sederhana sehingga dapat dikelola langsung oleh masyarakat. Sistem tersebut sudah diterapkan di Aceh untuk membantu korban tsunami. Haji Azwar Abbas, salah seorang tokoh masyarakat, meminta agar masyarakat diberi insentif agar tidak membuang sampah sembarangan. "Kalau sampah dapat dikomersialkan sebaiknya limbah domestik dibeli oleh pengusaha. Jika mendapat manfaat langsung, tentu warga akan mengumpulkan dan memilah sampah," kata Azwar. (ONG) Post Date : 11 April 2006 |