|
JAKARTA -- Kedepan, kualitas air baku, kualitas air olahan, alat pengangkut, mesin filterisasi, hingga air yang sudah diproses, akan juga distandardisasi. Akhir Januari, pengusaha yang memiliki depot air minum isi ulang wajib memiliki sertifikat laik sehat. Sertifikat ini merupakan jaminan kesehatan bagi perlindungan kesehatan konsumen. Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan, dan Kesehatan Kerja, Dinas Kesehatan DKI, Togi Asman Sinaga, kepada wartawan, Senin, (20/12), mengatakan, lewat akhir Januari, pengusaha yang belum mengurus sertifikat laik sehat, terancam tindakan tegas. Tindakan tersebut, kata Togi, berupa teguran secara lisan, kemudian teguran tertulis. Ancaman terberat adalah sanksi pencabutan izin usaha air minum isi ulang. Memiliki sertifikat laik sehat, kata Togi, berarti depot air minum isi ulang sudah memenuhi prasyarat yang ditetapkan. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi air minum, yaitu harus memenuhi tiga syarat, antara lain aspek kimia, fisika, dan juga biologi. Aspek kimia berarti bebas kandungan besi, dan mangan. Aspek fisika, berarti tidak berasa, berbau, dan berwarna. Sementara aspek biologi berarti bebas dari kandungan bakteri e-coli. Air di Jakarta, kata Togi, sama sekali sudah tidak layak konsumsi. 60 persen, dari air permukaan di DKI, kedalaman 0-20 meter sudah tercemari bakteri e-coil. Tak heran kalau penduduk ibukota memilih menggunakan air minum dalam kemasan, ataupun air minum isi ulang. Dengan harga yang jauh lebih murah dibanding air minum kemasan, tak heran air minum isi ulang menjadi primadona. Hanya saja, ada saja pengusaha air minum isi ulang yang bandel. Awalnya mereka memang mengambil air dari mata air, tapi kemudian mengambil dari tempat lain. Menurut Togi, saat ini di DKI dan sekitarnya terdapat 2.517 depot air minum isi ulang. Sebelum ada SK Gubernur yang mengatur tentang kewajiban memiliki sertifikat laik sehat, sebagian pengusaha melakukan uji lab sendiri. Namun dengan adanya SK ini, semua pengusaha air minum isi ulang wajib mengikuti uji laboratorium untuk mendapatkan sertifikat laik sehat tersebut. Sertifikat ini berguna untuk menjamin hak kesehatan konsumen akan air minum yang bersih dan sehat. Selain itu, sertifikat akan membantu pengawasan, dan pembinaan kesehatan terhadap depot air minum isi ulang. Sejak mulai dilakukan pengawasan tahun 2001, hingga tahun ini jumlah air minum isi ulang yang terkontaminasi bakteri e-coli menurun tajam hingga 85 persen. Togi menambahkan ke depan, akan ada pengawasan tiap tiga dan enam bulan sekali. Pengawasan aspek biologi akan dilakukan tiap tiga bulan sekali. Bahkan direncanakan uji aspek biologi ini akan dilakukan secara swa pantau oleh pemilik air minum isi ulang. Sebelumnya mereka akan mendapat pelatihan terlebih dahulu oleh Asosiasi Pengusaha, Pemasok dan Distribusi Depot Air Minum Indonesia (Apdamindo). Sementara uji kimia dilakukan setiap enam bulan sekali oleh pemilik depot ke laboratorium. Namun, kata Togi, aparat dari Dinas Kesehatan juga akan melakukan pengujian namun dengan sistem sampling. Sementara itu, Humas Apdamindo, Suwarno menyatakan standardisasi ini bukan hanya dilakukan pada air minum saja. Namun sejak dari hulu ke hilir, akan dilakukan penyeragaman standar. Mulai dari kualitas air baku, kulitas air olahan, sarana transportasi pengangkut, mesin filterisasi, hingga air yang sudah diproses. Depot yang sudah memiliki sertfikat laik sehat, nantinya akan diberikan stiker laik sehat. Salah seorang pengusaha air minum isi ulang, Sawati Syafrie, menyatakan tidak keberatan dengan sertifikasi ini. Ia menyatakan sertifikat ini penting untuk memberikan jaminan pada konsumen bahwa air minum isi ulangnya laik minum dan sehat. Hanya saja ia menyatakan keberatannya dengan tanda daftar industri (TDI). Menurut pemilik depot air minum isi ulang di Bekasi ini, syarat yang ditetapkan untuk mendapatkan TDI memberatkan pemilik depot yang rata-rata pengusaha kecil. Laporan : c02 Post Date : 22 Desember 2004 |