CADANGAN ketersediaan air untuk rumah tangga, industri, perkotaan, dan irigasi di Indonesia diperkirakan hanya cukup sampai 2020. Krisis air akan terjadi bila masyarakat tidak melakukan penghematan.
Dari prediksi Kepala Bidang Teknologi Mitigasi Bencana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Sutopo Purwo Nugroho dalam seminar bertema Defisit air di depan mata, apa upaya kita di Jakarta, kemarin, memprediksikan krisis air di Pulau Jawa akan semakin parah pada 2025. Pasalnya, pulau dengan penduduk terpadat di Indonesia itu akan mengalami neraca penurunan air cukup drastis sepanjang musim kemarau, ditambah jumlah penduduk yang terus meningkat.
Namun secara per pulau, ketersediaan air tidak mencukupi seluruh kebutuhan khususnya di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
`'Indeks penggunaan air di Jawa dan Bali antara penggunaan dan dependable flow semakin meningkat. Kekeringan yang terjadi di beberapa tempat di Pulau Jawa sekarang menyebabkan tempat tersebut cenderung tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan air sendiri," kata Sutopo.
Surplus air hanya terjadi pada musim hujan dengan durasi sekitar lima bulan. Sementara pada musim ke marau terjadi defi sit selama tujuh bulan. Sutopo menambahkan, kebutuhan air secara nasional terkonsentrasi pada Pulau Jawa dan Bali untuk penggunaan air minum, rumah tangga, perkotaan, dan lainnya.
Dari data neraca air pada 2003, total kebutuhan air di kedua pulau tersebut, yakni 83,4 miliar meter kubik pada musim kemarau, hanya dapat dipenuhi sekitar 25,3 miliar meter kubik atau 66%. Defisit ini diperkirakan semakin tinggi pada 2020 ketika jumlah penduduk dan aktivitas perekonomian meningkat secara signifikan.
Potensi sumber daya air di Indonesia diperkirakan sebesar 15 ribu meter kubik per kapita per tahun. Jauh lebih tinggi daripada potensi rata-rata pasokan dunia yang hanya 8.000 meter kubik per kapita per tahun. Kondisi di Pulau Jawa pun diperkirakan pada 2020 memiliki total potensi tinggal 1.200 meter kubik per kapita per tahun.
Perubahan iklim Perubahan iklim global juga memberikan dampak terhadap ketersediaan air karena adanya penyimpangan musim. Diprediksi, intensitas curah hujan di Jawa akan menurun.
Penyimpangan musim itu sudah terlihat sejak beberapa pekan ini. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan pernyataan telah terjadi anomali iklim selama musim kemarau 2010. Seharusnya Indonesia sudah memasuki musim kemarau pada MaretAgustus 2010. Namun, yang terjadi justru hujan dengan intensitas rendah hingga tinggi di beberapa daerah.
Menurut Kepala BMKG Sri Woro B Harijono, musim kemarau menjadi mundur karena di beberapa wilayah Indonesia masih berpotensi hujan dengan intensitas sedang sampai lebat. Dia menyebutkan musim kemarau tahun ini cenderung lebih basah dari biasanya, dan lebih pendek.
Penyebab anomali disebutkan karena adanya peningkatan suhu permukaan laut dari 29,2 derajat celcius menjadi 29,56 derajat celcius, pergerakan El Nino, dan efek pemanasan global. Sutopo P Nugroho Kabid Teknologi Mitigasi Bencana BPPT
Post Date : 22 Juli 2010
|