|
Air yang ada di Kalimantan Selatan ternyata tidak layak untuk dikonsumsi. Pasalnya, beberapa logam berat dan bakteri pencemar ditemukan di semua sumber air yang ada di Kalsel, dengan jumlah melebihi ambang batas yang ditentukan. Kandungan logam berat yang ditemukan berada di atas ambang batas yang ditentukan itu adalah zat besi (Fe) dan Mangaan (Mn). Selain tercemar dua logam berat, juga terdapat elemen lain yang cukup membahayakan, yaitu kadar keasaman air (pH) rendah dan kadar bakteri ekoli yang cukup tinggi. Kepala Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular Kelas I Banjarbaru, I Ketut Winasa mengatakan, dari penelitian tahun 2004 lalu, diketahui bahwa air di Kalsel secara umum tidak layak untuk dikonsumsi. "Kualitas air di Kalsel umumnya kurang memenuhi syarat untuk dikonsumsi," ucap Ketut kepada BPost, di kantornya di Banjarbaru, Senin (1/8). Dari data penelitian, sebut dia, kadar Fe yang berhasil ditemukan jauh melebihi ambang batas yang ditentukan, yaitu 0,01 mg/ppm. Sementara untuk kadar keasaman, hampir semua sumber air Kalsel cukup rendah yaitu di bawah 5,6. Sementara kadar keasaman yang layak dikonsumsi seharusnya 5,6-7. Di samping itu, lanjut Ketut, kadar bakteri ekoli juga cukup tinggi karena sumber air di Kalsel juga digunakan untuk mandi cuci kakus (MCK). Kenyataan ini, telah menyebabkan maraknya kasus penyakit menular, terutama diare. "Karena memang seluruh sumber air yang ada di Kalsel sudah tercemar." Menurut data yang diperoleh BPost, selama dua bulan terakhir kasus diare cukup merebak. Di RSUD Banjarbaru selama dua bulan terakhir ditemukan 81 kasus diare dengan satu korban meninggal dunia. Malah, diperkirakan mencapai ratusan orang, karena data yang ada di Puskesmas belum terpantau. Menurut Ketut, dari data penelitian lembaganya tahun 2004, air tanah yang ada di seluruh kabupaten di Kalsel tercemar Fe dan Mn cukup tinggi. Sementara kadar keasaman (pH) air rendah juga ditemukan di seluruh kabupaten. "Hampir di seluruh kabupaten, airnya tidak memenuhi syarat. Ada dua kabupaten cukup lumayan yaitu Tapin dan Tanah Bumbu. Di dua kabupaten itu, kondisinya 50 persen layak, dan 50 persen tidak layak," jelas Ketut. Selain kasus pencemaran air, sebut Ketut, pihaknya juga menemukan kwalitas udara yang kurang sehat. Hal ini, salah satunya disebabkan oleh debu akibat pengangkutan batu bara yang tercecer di jalan dan gas emisi dari kendaraan bermotor yang kini semakin mencemari udara Kalsel. "Kondisi ini diperparah semakin gundulnya hutan di Kalsel yang selama ini cukup membantu untuk menyerap kadar karbon dioksida (CO2)," beber Ketut. Untuk pengangkutan baru bara ini, dia menyarankan pemerintah daerah memperhatikan pengangkutan emas hitam ini dari tambang ke pelabuhan pengiriman. Kapasitas, frekuensi dan kecepatan gerak truk pengangkut batu bara, harus diatur agar tidak menambah keruh udara. "Hal itu, akan diperparah dengan munculnya kabut asap, yang diperkirakan akan muncul dalam waktu dekat," cetus Ketut. Membahayakan Sebelumnya, hasil survey Badan Pengawas Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kota Banjarmasin menyimpulkan, air sungai di Banjarmasin sudah sangat membahayakan untuk dikonsumsi. Tingkat pencemarannya sangat tinggi yang berdampak timbulnya berbagai macam penyakit. Menurut Hamdi, kepala bidang Pengawas dan Pengendalian Lingkungan Kota Banjarmasin, tingkat keasaman yang baik dalam kadar air untuk dikonsumsi antara 6-9. Sedangkan keasaman air sungai Banjarmasin hanya mencapai 3,2-4. Air sungai di Banjarmasin mengandung logam-logam berat, diantaranya, timbal, timah hitam, mercury, amoniak dan fenol dari limbah-limbah industri. "Kandungan ini sama halnya dengan kandungan air yang berada di Teluk Buyat. Sehingga sangat membahayakan apabila dikonsumsi masyarakat," jelasnya. Adapun sungai dengan kadar keasaman rendah antara lain, sungai Barito, Sungai Martapura, Sungai Alalak, Sungai Pelambuan dan Sungai Muara Kelayan. Tetapi yang paling parah dan berbahaya terdapat di Pelambuan. sig/c5 Post Date : 02 Agustus 2005 |