Air Dapat, Humus Dapat

Sumber:Kompas - 18 Desember 2008
Kategori:Air Minum

Air hujan selama ini dibiarkan mengalir kencang ke sungai. Demikian pula air hujan yang jatuh menerpa konblok dan jalan semen, pasti langsung menuju saluran air. Padahal, air hujan bisa ditampung dan menjadi persediaan air tanah di musim kemarau. Beranjak dari itulah, langkah sederhana dikembangkan Team Biopori Yogyakarta di RW 11 Wirobrajan, Kota Yogyakarta, dengan membuat lubang resapan berpori (LRB).

Tim yang beranggotakan Kelompok Tani Tanaman Hias Maju Lancar di Wirobrajan ini, beberapa waktu lalu menggelar dialog bersama warga sekaligus mendemonstrasikan LRB. LRB merupakan lubang silindris yang dibuat ke dalam tanah dengan diameter 10 cm dan berkedalaman sekitar satu meter, atau jangan melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang selanjutnya diisi sampah organik untuk mendorong terbentuknya biopori.

Biopori adalah pori berbentuk liang (terowongan) kecil yang dibentuk oleh aktivitas fauna tanah atau akar tanaman. LRB dibuat dengan mengebor tanah menggunakan alat bor manual desain tim itu. Selanjutnya, di bagian atas lubang ditempatkan bis beton berbentuk lingkaran yang berukuran kecil, atau persis seukuran konblok semen segi enam. Tepat di atasnya dipasang saringan besi. Proses yang terjadi dalam LRB sebenarnya simpel, yakni pembuatan humus. Begitu masuk lubang, air hujan akan mengenai sampah organik.

Selanjutnya, sampah tersebut dipanen saat musim kemarau dan bisa dipakai sebagai humus atau pupuk tanaman. Koordinator Tim Biopori Endarwati yang juga Sekretaris Kelompok Tanaman Hias mengatakan, LRB berfungsi sebagai sumur resapan yang mencegah keamblesan dan keretakan tanah. Berbeda dengan resapan konvensional yang hanya meresapkan air di bagian dasar, dinding LRB bisa menyerap air. Selain menjaga keanekaragaman hayati dalam tanah dan menyuburkan tanah, LRB bisa mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh genangan air, seperti demam berdarah dan malaria.

Yang perlu diperhatikan hanyalah rutin mengisi lubang dan mengangkat isi lubang jika penuh. Sampah organik yang boleh dimasukkan adalah segala sisa sayuran, buah, makanan di piring, hingga kuah bakso. Yang tak boleh dimasukkan adalah minyak, jelantah, dan tulang, ujar Dian Pramudito, salah seorang anggota Tim Biopori Yogyakarta. Biaya pembuatannya pun sangat murah. Satu LRB hanya menghabiskan paling banyak Rp 20.000.

Untuk bor manualnya, tim menyediakan dengan harga Rp 200.000. Konblok dan areal semen bisa diselingi LBR. Jarak antar-LRB setidaknya satu meter, tutur Dian. Endarwati menceritakan, ide pembuatan LRB dilakukan setelah mengikuti sarasehan hari air dunia tahun ini yang diadakan Departemen Pekerjaan Umum. Saat ini di RW 11, LRB terdapat di lebih dari 100 rumah. Satu rumah memiliki satu hingga tiga LRB.

Saat kemarau, air tanah berkurang. Jika tak ada langkah mencegat air hujan, penyedotan air tanah akan lebih besar ketimbang pengembalian air tanah melalui peresapan. Lama-kelamaan hal itu menyebabkan kelembaban tanah berkurang dan tanah tampak retak-retak.

Dengan memanfaatkan LRB di kawasan permukiman atau jalan konblok, sampah rumah tangga tidak perlu dikumpulkan di tempat pembuangan sampah. Berawal dari hal sederhana tetapi bermanfaat seperti LRB ini, banyak masalah yang bisa terkurangi. Nah, mau memasang LRB? (PRA)



Post Date : 18 Desember 2008