Air Citarum Sudah tidak Layak Minum

Sumber:Pikiran Rakyat - 04 Desember 2006
Kategori:Air Minum
BANDUNG, (PR).-Air baku Sungai Citarum dinilai sudah tidak layak minum. Namun, ternyata hingga kini masih ada masyarakat yang menggunakannya karena tidak ada pilihan lain. Ketidaklayakan air Sungai Citarum tersebut, dipastikan akibat tingginya tingkat pencemaran.

Demikian peneliti lingkungan pengairan, Ir. Ratna Hidayat di kantor Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air (Pusair) Jln. Ir. H. Djuanda, Bandung, Minggu (3/12). Ratna melakukan penelitian pada hilir Sungai Citarum hingga akhir November 2006 lalu.

Menurut dia, selain limbah industri, penyumbang pencemaran tertinggi berasal dari limbah domestik. Hal tersebut terlihat dari kandungan bakteri koli tinja atau Escherichia coli (E. coli) di Sungai Citarum yang rata-rata mencapai 50.000/100 ml.

Seperi diberitakan, Sungai Citarum terlihat berwarna hitam dan mengeluarkan bau tak sedap sejak Rabu malam hingga Kamis (30/11). Diduga, sungai yang melintas di wilayah Kab. Karawang itu tercemar oleh limbah industri. ("PR", 1/12).

Berdasarkan data Strategi Pengelolaan Lingkungan Provinsi Jabar 2005, di sekitar daerah aliran S. Citarum, sedikitnya terdapat 542 kelompok industri. Bakteri koli tinja merupakan indikator yang dapat menyatakan kemungkinan adanya bakteri patogen pada sumber air. Bakteri koli terutama berasal dari kotoran manusia (limbah rumah tangga) dan hewan (limbah peternakan).

Kondisi kualitas air S. Citarum ditinjau dari E. coli memperlihatkan kecenderungan naik dari ruas Sapan hingga Tanjungpura. Kenaikan ini disebabkan masuknya limbah domestik dari daerah permukiman, terutama di Kab./Kota Majalaya, Bandung, Cimahi, Cianjur, Purwakarta, dan Karawang. Idealnya, jumlah E. Coli 1.000/100 ml. "Bila jumlahnya sudah sedemikian banyak, artinya limbah domestik menjadi sumber pencemar terbanyak di Sungai Citarum," ujar Ratna.

Selain kadar E. coli, Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) di Sungai Citarum juga tinggi terutama di daerah Wangisagara-Nanjung. BOD dan COD mengambarkan jumlah oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme untuk mengabsorbsi kotoran dalam air selama 5 hari dengan temperatur 200 derajat Celsius.. Tingginya angka BOD mengindikasikan banyak limbah organik yang terkandung dalam sumber air tersebut.

Dia menambahkan, akibat banyaknya bakteri patogen, ketika musim hujan datang berbagai penyakit pun hinggap. Di antaranya gatal-gatal, diare, dan demam berdarah.

Saat ini, menurut Ratna, instalasi pengolahan limbah domestik hanya terdapat di Bojongsoang. "Kebanyakan masyarakat sekitar mengalirkan limbah rumah tangga langsung bermuara ke S. Citarum. Sebuah sumur untuk saringan harusnya dibangun di bibir sungai, minimal berjarak 10 m untuk menyaring limbah domestik sebelum masuk ke aliran sungai," katanya.

Sebagai upaya penanggulangan secara sederhana, menurut Ratna, harus dibangun septic tank untuk setiap perumahan atau septic tank komunal di permukiman padat penduduk secara kolektif. "Bagi daerah yang belum mempunyai septic tank, dibuat pengolahan limbah cair domestik terpadu," katanya.

Ratna menyatakan, perlu dilakukan revitalisasi pengolahan limbah industri dan ketegasan aparat pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap perusahaan saat mengolah limbahnya, terutama membuat instalasi pengolahan air limbah (IPAL).

Sebelumnya, kalangan wakil rakyat di Kab. Karawang telah mengingatkan bahwa masyarakat jangan dibiarkan terlalu lama menderita akibat pencemaran. Secara materi dan moril masyarakat telah dirugikan oleh para pengelola industri. Karena itu, pelaku pencemaran tersebut harus diseret ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.(A-158/A-106)



Post Date : 04 Desember 2006