|
Tidak gampang untuk mencapai Desa Sotok, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Untuk menjangkau desa yang terletak sekitar 10 kilometer dari ibu kota kecamatan Balai Karangan itu, kondisi jalannya yang berupa tanah dengan sedikit pengerasan rusak parah. Daerah penghasil pisang, rambutan, dan durian itu, karena rendahnya akses masyarakat terhadap air bersih, setiap tahun banyak warga yang terserang diare. ”Serangan diare sudah sejak dari dulu dan banyak warga yang meninggal dunia,” kata Sebastian Songkeng (59), tokoh masyarakat Dusun Keladang, Desa Sotok. Banyaknya warga yang terserang diare, antara lain, karena warga umumnya menggunakan air Sungai Sekayam untuk konsumsi air sehari-hari. Akses masyarakat terhadap air bersih tidak ada. Uang hasil pencarian warga habis untuk biaya pengobatan. ”Masyarakat puluhan tahun hidup dalam penderitaan. Dalam kemiskinan,” kata Sebastian Songkeng. Tingginya angka penderita diare di daerah yang berbatasan dengan Serawak, Malaysia, atau sekitar 11 kilometer dari pintu gerbang perbatasan Indonesia-Malaysia di Entikong, menurut survei tahun 2003, mencapai 39 persen. ”Setiap pergantian musim, musibah besar selalu melanda daerah kami, korban bergelimpangan terkena diare,” kata Zulkifli, Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat Boh Oduep Mengket (artinya mari kita bangun). Mengetahui kondisi masyarakat yang memprihatinkan itu, World Vision Indonesia, lembaga kemanusiaan yang bekerja untuk menciptakan perubahan dalam kehidupan anak-anak, keluarga, dan masyarakat yang hidup dalam kemiskinan, melalui ADP Sanggau, sejak 1998 mencoba mengarahkan program-programnya. ”Dalam programnya, ADP Sanggau bertujuan meningkatkan akses masyarakat dampingan kepada air bersih. Menyediakan air bersih yang layak untuk dikonsumsi keluarga, serta menurunkan angka penderita diare di masyarakat,” ungkap Manager of ADP Sanggau I Made Sukariata ketika berkunjung ke Dusun Keladang bersama Marketing Public Relation Manager World Vision Indonesia, John Nelwan. ADP Sanggau memfasilitasi terbentuknya Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), yang menjadi garda depan dalam pembangunan masyarakat. Melalui KSM, masyarakat berbagai etnik dan agama itu bersatu-padu untuk menggerakkan seluruh potensi dusun dan desa. Pendekatan partisipatif melalui KSM ini, menurut I Made Sukariata, membuat World Vision Indonesia melalui ADP Sanggau bisa mendorong masyarakat merencanakan dan mengoptimalkan potensi yang ada. Air bersih ditemukan KSM Boket (Boh Oduep Mengket) Januari 2003, kala itu, dengan melibatkan seluruh masyarakat, sekitar 86 kepala keluarga, menggelar rapat besar dan menyusun program. Akar permasalahan diare adalah ketiadaan air bersih. Oleh karena itu, yang menjadi prioritas, sebagaimana tujuan program ADP Sanggau, adalah menemukan sumber air bersih. Ikul Drau, motivator ADP Sanggau yang berkantor di Sekayam, bersama-sama masyarakat hampir setiap hari keluar-masuk hutan, mencari dan menyurvei sumber air bersih. Niat baik dan pekerjaan baik akhirnya membuahkan hasil. Setelah melewati medan yang cukup berat dan berada di kawasan hutan yang lebat di pedalaman, sekitar tiga kilometer dari permukiman warga, sebuah mata air ditemukan. Mata air yang ditemukan itu berada di Gunung Be Budaaggh. ”Air bersih si penyelamat nyawa akhirnya ditemukan,” teriak warga, kala itu. Senangnya warga bukan main, kata Songkeng yang juga seorang guru, dan salah seorang anaknya telah menyelesaikan program S-3 di Jepang dan kini menjadi dosen di Negeri Matahari Terbit itu. ADP Sanggau kemudian memfasilitasi program pipanisasi, yang nilainya sekitar Rp 80 juta. KSM berapat lagi. Mereka sepakat mengerjakannya secara swadaya. Dusun tetangga, Dusun Kubing, Kecamatan Beduwai, diajak kerja sama. Mereka berapat, dengan harapan masyarakat Kubing bersedia menjadikan kawasan mata air sebagai kawasan hutan lindung. Kesepakatan dicapai, lalu dalam pengerjaan pipanisasi secara swadaya, masing-masing dusun mengerahkan 73 kepala keluarga setiap hari. Mereka bekerja setiap hari membuat bendungan dan saluran untuk pemasangan pipa air, mulai dari sumber mata air sampai ke dusun mereka. Untuk sampai ke dusun, pipa air harus melintasi badan sungai selebar 50 meter. Pipa dipasang pada ketinggian enam meter dari permukaan air normal agar tidak diterjang banjir. Dalam tempo tiga bulan, pengerjaan pipanisasi sepanjang lebih kurang 9,6 kilometer selesai. Warga pun menikmati air bersih dan layak minum dari keran air yang mengucur di depan atau dekat rumahnya. Satu keran air untuk tiga rumah. ”Warga sudah menikmati air bersih sejak lima tahun lalu. Menurut informasi, dusun satu-satunya di Kalimantan Barat yang sumber airnya dari mata air,” kata Matius, seksi pendidikan KSM Boket. Bebas dari diare Nilai swadaya masyarakat, menurut Manager of ADP Sanggau I Made Sukariata, sedikitnya ada Rp 50 juta, sedangkan dana bantuan World Vision Indonesia sekitar Rp 80 juta. Dengan program pipanisasi ini, 169 keluarga atau sekitar 300 jiwa di Dusun Keladang, Desa Sotok, Kecamatan Sekayam dan Dusun Kubing, Kecamatan Beduwai, telah menikmati air bersih. Sebanyak 112 keluarga, di desa tetangga, juga berharap dapat air bersih, tetapi mereka harus ikut dalam aturan yang disepakati. Menurut Asna, seksi kesehatan KSM Boket, sejak air bersih mengalir ke rumah-rumah, masyarakat terbebas dari penyakit diare. Sejumlah warga lain juga mengakui hal itu. ”Diare yang dulu jadi momok menakutkan, karena selalu menelan korban jiwa, sejak ada air bersih, kasus diare tak ada lagi,” kata Husein. Pipanisasi dan sanksi Untuk mengatur pemakaian air dan menghindari kemungkinan konflik, masyarakat telah membuat kesepakatan bersama, 27 September 2003, yang tertuang dalam Peraturan-peraturan tetang Pipanisasi. Dalam peraturan-peraturan tersebut disepakati soal penetapan batas-batas hutan lindung. Untuk langkah-langkah perlindungan hutan, disepakati hutan tak boleh ditebang atau digarap. Tidak boleh berladang di sekitar hutan lindung. Sanksi diberlakukan kepada warga yang melanggar, berupa empat buah tempayan dan satu ekor babi seharga sekitar Rp 400.000. Yang menarik, guna mengelola air bersih ini, KSM Boket terus diberdayakan, misalnya dilakukan iuran Rp 5.000 per keluarga setiap bulan. Tim pemantau juga ada. Barangsiapa yang merusak pipa, ada juga sanksi hukum adatnya. Jika tak bisa diselesaikan dengan hukum adat, hukum positiflah yang akan menyelesaikannya. John Nelwan dari World Vision Indonesia terharu menyaksikan semua itu. ADP Sanggau dinilai berhasil memberdayakan masyarakat. Apalagi tujuan untuk membebaskan masyarakat dari penyakit diare tercapai, setelah warga menikmati air bersih. ”Proyek pipanisasi dinilai berhasil walau dengan kesederhanaan pengetahuan masyarakat,” ujar John Nelwan. Sejalan dengan program pipanisasi, di dusun yang mendapat air bersih ini, ADP Sanggau juga menyantuni 60 anak usia wajib belajar dan memberikan honor bagi guru bantu sekolah dasar. ”Anak-anak di samping giat belajar, juga punya kebiasaan menabung. Sekarang, nilai tabungan 60 anak-anak yang disantuni, menurut data di CU (Credit Union) Mura Kopa, Dusun Keladang, mencapai Rp 99 juta,” jelas John Nelawan. Berkat pendampingan dari ADP Sanggau terhadap KSM, masyarakat termotivasi membuat lembaga keuangan bernama CU Mura Kopa. Menurut Koordinator KSM Boket, Sebastian Songkeng, berdiri 22 Februari 2000, CU Mura Kopa dengan modal awal Rp 2,5 juta dari iuran 26 orang, kini sudah berkembang menjadi Rp 30 miliar, dengan 5.000 anggota. ”Dulu, hanya belasan rumah yang beratap seng dan berdinding beton. Dengan pendampingan dari ADP Sanggau di bidang pertanian, perkebunan, pendidikan, dan kesehatan sejak 1998 hingga 2008, perekonomian dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Hampir seluruh rumah warga kini beratap seng dan berdinding beton, dan sejak lima tahun lalu sudah menikmati air bersih, sehingga warga terbebas dari penyakit diare,” papar Songkeng. Semangat gotong royong, tekad kuat untuk maju dan bebas dari kemiskinan, serta sikap mau menerima masukan dan pembaruan dari warga Dusun Keladang dan Dusun Kubing patut dicontoh. Sebuah kearifan dari masyarakat pedalaman, walau mungkin luput dari perhatian pemerintah. Yurnaldi Post Date : 30 Desember 2008 |