|
Musim kemarau yang melanda wilayah Jakarta dan sekitarnya telah mendatangkan kesulitan bagi warga masyarakat memperoleh air bersih. Di sejumlah tempat di Jakarta Utara (Jakut), misalnya, krisis air bersih mulai terasa. Tidak hanya warga yang tidak tersambung pipa air dari perusahaan daerah air minum (PDAM) DKI Jakarta yang resah. Kondisi serupa juga dirasakan sejumlah warga yang selama ini mendapatkan air dari PDAM. Aliran air PDAM sering terhenti beberapa hari terakhir. Tak ada pilihan, penduduk setempat harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli air bersih. Hartati (47), warga Cilincing, Jakut, dalam dua pekan terakhir terpaksa membeli air bersih dari pedagang keliling. Walaupun harga mahal, dia harus membeli air bersih untuk kebutuhan minum dan memasak. ''Setiap hari saya harus mengeluarkan uang tambahan untuk membeli air bersih sekitar Rp 6.000. Padahal, air itu hanya untuk kebutuhan memasak dan minum,'' tutur ibu tiga anak itu. Untuk kebutuhan mandi, keluarganya menggunakan air sumur artesis di belakang rumah. Ibu rumah tangga itu mengaku, air yang didapat dari sumur keruh. Namun, air itu tetap digunakan untuk mandi dan mencuci pakaian. ''Mau gimana lagi, air PDAM tidak masuk ke rumah,'' tukasnya. Warga Penjaringan, Saidah (30) mengaku harus mengalihkan uang belanja sehari-hari untuk membeli air bersih. ''Air sumur sudah tidak bersih lagi. Untuk mandi saja sudah harus membeli air,'' tuturnya, sambil menyebutkan, seluruh anggota keluarga dibatasi mandi hanya satu kali tiap hari. Haryadi (41) yang tinggal di Tanjung Priok mengeluhkan pasokan air PDAM ke rumahnya terhenti dalam beberapa hari terakhir. "Air bersih saja susah didapat dan mahal lagi. Pemerintah sudah tidak peduli lagi dengan warganya,'' ucap pegawai per- usahaan kargo di pelabuhan Tanjung Priok itu. Berkah Di sisi lain, krisis air bersih membawa berkah bagi para pedagang air bersih keliling. Permintaan pasokan air bersih meningkat hingga 70 persen dibanding beberapa bulan sebelumnya. Tarsiman (63), pedagang air bersih keliling, mengaku mampu menjual 140 jeriken air bersih setiap hari. Dia mengaku, kadang kewalahan memenuhi permintaan pelanggan. Dia mendapatkan air bersih dari pangkalan di jalan raya Cakung-Cilincing dengan harga Rp 250 per jeriken (isi 20 liter), lalu dijual Rp 1.500.
"Saat kemarau permintaan air bersih meningkat. Keuntungan lumayanlah," tuturnya. Dia mengajak anak bungsunya, Alimi (34) untuk berjualan air bersih. "Daripada di kampung tidak ada kerjaan, mendingan jual air bersih," ucap pria kelahiran Brebes, Jawa Tengah itu. Lebih Mahal Untuk menjaga kestabilan pasokan air ke sejumlah perusahaan di Kawasan Berikat Nusantara (KBN), Jakarta Utara, pengelola kawasan telah membangun pengelolaan air. Selama ini, kawasan industri yang dihuni sekitar 90 perusahaan itu mendapatkan air bersih dari PDAM Jakarta. Pasokan air itu digunakan untuk kebutuhan proses produksi dan rumah tangga perusahaan. Kebutuhan air bersih di kawasan seluas 178 hektar itu mencapai 70.000 meter kubik setiap bulan. Penyediaan air bersih secara mandiri tersebut akan lebih menguntungkan perusahaan yang beroperasi di sana. "Selain harga air dari PDAM mahal, aliran air juga kadang tidak lancar. Kondisi itu yang membuat kami membangun pengelolaan air sendiri," kata Direktur Utama KBN Raharjo Arjosiswoyo saat berbincang dengan SP di kantornya,di Tanjung Priok, kemarin. Menurut dia, persediaan air di Jakut sebenarnya cukup banyak. Selain karena dekat dengan pantai, wilayah itu juga menjadi muara dari sejumlah kali di Jakarta. "Yang menjadi masalah adalah air bersihnya yang susah," tuturnya. Untuk mengantisipasi krisis air bersih, pada akhir November 2008, kawasan industri milik pemerintah itu sudah mampu memproduksi air bersih dengan kapasitas 100.000 meter kubik per bulan. Bahan bakunya dari air buangan perusahaan-perusahaan yang ada di KBN ditambah air buangan warga sekitar. Air buangan itu dikumpulkan dalam satu kolam besar, lalu diolah dengan sistem klorinasi (mengendapkan lumpur menggunakan bahan kimia). Direktur Operasional KBN Riyodian Praktikto menambahkan, harga air bersih hasil olahannya lebih murah dibanding PDAM. Kualitas air juga lebih terjamin karena dikelola secara baik. Dengan pengelolaan secara mandiri ini, diharapkan suplai air bersih untuk semua perusahaan akan lebih teratur," katanya. [HTS/M-7] Post Date : 18 Oktober 2008 |