|
Jakarta, Kompas - Hampir separuh kebutuhan air bersih warga Jakarta dicukupkan dari air bawah tanah. Selain menyebabkan penyedotan berlebihan, kesehatan konsumen terancam karena sebagian besar air bawah tanah di Jakarta tercemar bakteri E colli. Fakta tersebut terungkap dalam pertemuan rutin Kaukus Lingkungan Hidup Jakarta, Rabu (31/5). "Air bawah tanah yang disedot hampir 50 persen," kata Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta, Kosasih Wirahadikusumah, kemarin. Diakui oleh Kosasih, penyedotan air bawah tanah untuk sementara ini tak terelakkan karena layanan PDAM belum menjangkau 60 persen warga Ibu Kota. Kondisi itu diperparah dengan meningkatnya jumlah penduduk Jakarta. Berdasarkan analisa BPLHD, kelebihan penyedotan air bawah tanah di Jakarta tahun 2005 mencapai 66,6 juta meter kubik. Perhitungannya, perkiraan penyedotan sebesar 251,8 juta meter kubik sepanjang tahun 2005 dikurangi jumlah batas aman penyedotan sekitar 186,2 juta meter kubik pada tahun yang sama. Jumlah 66,6 juta meter kubik tersebut belum termasuk air yang disedot untuk kebutuhan proyek pembangunan dan industri di Jakarta. "Batas aman penyedotan air bawah tanah berkisar 20-30 persen dari jumlah keseluruhan," kata Kepala Sub-Direktorat Pemantauan BPLHD DKI Jakarta, Rina Suryani. Diingatkan, hasil penelitian terakhir menunjukkan sebagian besar air bawah tanah di wilayah Jakarta tercemar bakteri E colli dalam persentase tinggi. Hal ini menyebabkan warga rentan terserang penyakit, seperti muntaber. Pencemaran lain adalah limbah industri dalam bentuk logam berat dan limbah domestik. Beberapa fakta tersebut sebenarnya menunjukkan bahwa Jakarta tidak memiliki kontrol atas air bersih, termasuk suplai bahan baku air bersih dari Waduk Jatiluhur. (GSA) Post Date : 01 Juni 2006 |