|
TERIK matahari mulai membakar wilayah perbukitan di Desa Sukogelap Kecamatan Kemiri Purworejo, Senin (3/9). Pepohonan hutan di sepanjang pinggir jalan yang meranggas menjadi pemandangan yang dengan mudah disimpulkan bahwa musim kemarau sedang memasuki masa puncak. Ya, desa dengan ketinggian sekitar 500 meter di atas permukaan air laut (mdpl) ini sejak pertengahan Juli lalu sudah mengalami krisis air bersih. Sumur-sumur di desa yang dihuni sekitar 800 jiwa ini mengering. Maklum saja kawasan yang sebagian besar geografisnya merupakan batu cadas ini hanya mengandalkan resapan air pada musim hujan, kendatipun kedalaman sumur rata-rata lebih dari 12 meter. Siang kemarin, ratusan ember dan bak-bak penampungan kosong telah berjajar rapi di depan rumah kepala desa. Para pemilik alat penampungan itupun telah siap menunggu kedatangan tanki air yang akan mengirimkan bantuan air bersih. Wajah mereka kusut memelas, seperti musafir yang mengharap tetes air di oase padang pasir. Setelah beberapa lama menunggu, dari kejauhan mulai terdengar suara desin mesin truk tanki. Mendadak rona-rona wajah yang mulai nyaris putus asa itu terlihat ceria. "Tankinya datang cepat...cepat...," teriak seorang anak kecil sambil berlari-lari seakan mengabarkan kabar gembira. Segera saja ratusan warga bergegas menyiapkan diri. Begitu truk tanki air bersih berhenti, air bersih itu dipompa dimasukkan ke dalam bak-bak yang sudah disiapkan. Tanpa harus rebutan, warga pun dengan tertib antre mengisi ember dan jerigen miliknya masing-masing. "Hati-hati jangan sampai tumpah, eman-eman," ujar seorang ibu-ibu paru baya mengingatkan temannya yang menuangkan air ke jerigen hingga tumpah ke tanah. Satu per satu jerigen yang sudah penuh terisi air kemudian dipikul. Tidak hanya kaum laki-laki, tapi para wanita juga tak canggung memikul air dalam ember berisi tidak kurang dari 20 liter air. "Alhamdulillah air bersih akhirnya datang. Ini penyaluran pertama setelah Lebaran," ujar Sumintah (45). Dia mengatakan, air bersih yang disimpannya di rumah memang sudah habis. Dia sempat cemas begitu mendengar kabar anggaran untuk bantuan air bersih sudah habis. Dia bahkan memberikan pengertian kepada keluarganya agar lebih berhemat dalam penggunaan air, termasuk untuk minum sekalipun. Sumini (40), warga lainnya mengatakan, bantuan air bersih itu hanya digunakan untuk memasak dan minum. Untuk kebutuhan mencuci dan mandi, warga mencari air di sungai yang jaraknya cukup jauh. "Kalau kemarau seperti ini mandinya tidak teratur. Kadang dua hari sekali, kadang sehari sekali. Air bersihnya dijatah satu jiwa dijatah 7 liter per hari," katanya. Warga lainnya, Samsuddin (45) menambahkan, warga biasanya mandi bersamaan saat pergi ke ladang. "Di sungai ada air tapi keruh. Kami terpaksa mandi dengan air semacam itu. Kalau mencuci kadang-kadang ke luar daerah rombongan dengan mobil," katanya. Warga berharap Pemkab Purworejo terus memberikan bantuan air bersih sampai hujan benar-benar turun dan sumur yang mengering terisi kembali. (Nur Kholiq-45) Post Date : 04 September 2012 |