|
Pekanbaru - Musim kemarau yang berkepanjangan menyebabkan Bendungan Kotopanjang, yang menjadi pusat pembangkit listrik tenaga air, mengalami kekeringan terparah sejak dibangun tahun 1994. Surutnya air bendungan menyebabkan sedikitnya 30 keluarga kembali menghuni Desa Tanjungbalit, sekitar 190 kilometer utara Padang. Desa ini sudah bertahun-tahun digusur, karena wilayah itu ditenggelamkan genangan air waduk. Demikian pengamatan Kompas di bendungan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Kotopanjang, dekat perbatasan Provinsi Riau dan Sumatera Barat (Sumbar), Selasa (5/10). Menurut Marnis (35), salah seorang warga yang kembali menghuni eks desa yang ditenggelamkan itu, mengakui, sebelumnya ia bersama warga lainnya tinggal di Desa Tanjungbalit. Namun, desa itu direlokasi sekitar delapan tahun lalu berkaitan dengan pembangunan bendungan PLTA Kotopanjang. Seiring musim kemarau beberapa bulan belakangan ini, air bendungan PLTA Kotopanjang ternyata terus menyusut. Akibatnya, sejumlah desa yang semula tenggelam tampak muncul kembali. "Kami kembali lagi ke sini karena di tempat yang sekarang susah mencari nafkah. Biaya hidup di sana terlalu mahal, padahal kebun yang ada tidak bisa ditanami apa-apa," kata Marnis menambahkan. Warga kembali ke desa yang telah lama ditinggalkan dan menempati rumah masing-masing, yang masih bertahan meski telah tenggelam bertahun-tahun. Untuk menyambung hidup, saat ini mereka menyadap kebun karet di pinggiran waduk raksasa itu. Mereka juga menangkap ikan di Sungai Batang Mahat yang melintasi desa. Gugat pemerintah Menurut Marnis, saat direlokasi, warga Desa Tanjungbalit diberi lahan di tepi jalan lintas barat Sumatera. Namun, kawasan itu ternyata sulit diolah karena lahannya kurang subur. Koordinator Kantor Bantuan Hukum Riau Ahmad Zazali mengatakan, kembalinya masyarakat Tanjungbalit ke bekas desa mereka karena mata pencarian sebagian besar warga berada di sana. Pembangunan bendungan ini menenggelamkan 10 desa, 8 di Riau dan 2 di Sumbar. Sebelum ditenggelamkan, pemerintah merelokasi sekitar 2.644 keluarga dari seluruh desa itu ke 15 desa lain di sekitar lokasi lama. "Kami akan menggugat Pemerintah Indonesia yang merelokasi warga di lokasi yang dijadikan Bendungan Kotopanjang tahun 1994. Secara internasional, kasus ini sudah tujuh kali disidangkan di Tokyo, Jepang," kata Zazali. (HAM) Post Date : 07 Oktober 2004 |