|
Jakarta, Kompas - Penyaluran air baku untuk air minum dari Bendungan Jatiluhur ke Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta makin kritis. Suplai yang diharapkan 16 meter kubik per detik, dalam realisasinya sekarang hanya mencapai 12-14,5 meter kubik per detik. Lebih parah lagi, kini kebutuhan air baku itu meningkat menjadi 18,5 meter kubik per detik. Suplai air baku untuk air minum di Jakarta tidak selamanya dapat mengandalkan saluran dari Bendungan Jatiluhur, kata anggota Bidang Teknik Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Firdaus Ali kepada Kompas, Jumat (6/1). Pernyataan Firdaus ini mengingatkan adanya kompleksitas persoalan penyediaan air minum di Jakarta. Persoalan lain yang kini mengemuka adalah adanya kenaikan tarif air minum secara otomatis per semester pada 2005-2007 nanti. Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso beberapa waktu lalu menyetujui usulan kenaikan tarif untuk semester I/2006 sebesar 17,32 persen dari harga rata-rata Rp 5.473 per meter kubik. Semula kenaikan itu akan diberlakukan mulai 1 Januari 2006. Akan tetapi, Sutiyoso kemudian menunda pemberlakuan kenaikan tersebut atas rekomendasi DPRD pada 4 Januari lalu. Ketersediaan air baku untuk air minum di Jakarta yang kini makin kritis juga tak kalah penting untuk dipersoalkan, selain pemberlakuan kenaikan tarif,kata Firdaus. Firdaus mengatakan, suplai air baku perlu dikelola di Jakarta. Di antaranya dengan mengandalkan tandon air bawah tanah dengan teknologi deep tunnel atau terowongan bawah tanah yang kini juga dikembangkan di Singapura. Teknologi deep tunnel ini saya pelajari di Chicago dan Milwaukee, Amerika Serikat. Untuk diterapkan di Jakarta sangat memungkinkan,kata Firdaus. Soal tarif Sekretaris Daerah Provinsi DKI Ritola Tasmaya kemarin mengatakan kepada wartawan di Balaikota, pembahasan atas penundaan kenaikan tarif per 1 Januari lalu masih dibahas. Selain itu, telah dibentuk tim gabungan dengan melibatkan unsur DPRD, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), dua mitra PDAMPT PAM Lyonaisse Jaya (Palyja) dan PT Thames PAM Jaya (TPJ)serta Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI. Tim gabungan itu akan membahas besaran dan waktu kenaikannya. Kalau naik sudah pasti, tetapi angka kenaikan 17,32 persen akan dikaji kembali,kata Ritola. Selain nilai kenaikan tarif, lanjut Ritola, dibahas pula penyamaan persepsi antara pemerintah dan DPRD DKI. Di antaranya untuk mengetahui sistem keuangan dan investasi dua mitra PDAM, yaitu Palyja dan TPJ. Selain itu, juga ada masalah persepsi utang PDAM selama ini kepada Departemen Keuangan yang masih mencapai Rp 1,6 triliun. Apakah utang itu dihitung beban perusahaan, pemerintah, atau konsumen juga? kata Ritola. Hingga kini hasil pembahasan nilai kenaikan tarif semester I/2006, menurut Ritola, juga belum diputuskan, apakah akan berlaku surut atau tidak. (NAW) Post Date : 07 Januari 2006 |