|
Musibah banjir yang dialami rutin setiap tahun membuat warga Kampung Pulo, Kelurahan Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, tidak khawatir. Mereka tidak lagi menganggapnya sebagai musibah, tetapi hiburan sekali setahun. Namun, ketika air bah datang jauh lebih tinggi daripada yang mereka perkirakan, mereka pun terperangah. Wajah Imas (32) terlihat kuyu. Kaus biru yang dikenakannya juga terlihat lusuh karena sudah dia pakai sejak empat hari lalu. "Saya enggak sangka. Banjir segini gede. Rumah saya hancur terbawa air," tutur warga Kampung Pulo ini dengan sedih. "Tadinya saya malas ngungsi ke luar rumah. Mending di rumah saja, lebih enak tidur di rumah sendiri. Tetapi karena ada yang bilang air bakal naik lebih tinggi, maka saya keluar," kata Imas menambahkan. Keputusan Imas untuk keluar rumah ternyata keputusan yang tepat. Jika saja dia nekat tetap bertahan di rumah, sudah pasti dia akan terbawa air bandang bersama rumahnya. Namun, tidak banyak warga yang berpikiran seperti Imas. Kenyataannya masih banyak warga RW 02 dan RW 03 Kampung Pulo yang terjebak di dalam rumahnya. Mereka tidak bisa dievakuasi. Tim evakuasi sulit menjangkau mereka karena rumah mereka terletak di dalam gang yang sempit dan berbelok-belok. Sebelum air besar datang, tim evakuasi masih bisa menjangkau mereka dengan bantuan tali. Setelah air naik, evakuasi tidak mungkin dilakukan karena air terlalu tinggi dan arusnya deras. "Semula jumlah pengungsi yang ada di luar (di Jalan Jatinegara Barat) hanya sekitar 1.300 orang. Sekarang ada 6.000 orang yang mengungsi di luar. Tetapi yang terjebak di dalam masih ada sekitar 1.000 orang," kata Awang Sanwani, Ketua RW 02. Menurut Awang, air besar yang datang Sabtu malam merupakan pelajaran bagi warga Kampung Pulo. Selama ini warga tampak seperti meremehkan banjir. Terbukti, mereka yang mengungsi hanya orang tua dan ibu yang punya anak balita, sedangkan remaja dan orang muda justru main air dan keluar masuk rumah tanpa takut. Wakil Camat Jatinegara Ucok B Harahap mengaku agak kecewa terhadap sikap warga Kampung Pulo. Selama ini Pemerintah Kota Jakarta Timur sudah berulang kali menawarkan untuk membangun rumah susun kepada warga. Namun, usulan Wali Kota itu tidak mendapatkan sambutan dari warga. Banyak alasan yang mereka kemukakan. Ada juga yang bilang lebih enak tinggal seperti sekarang ini. Toh, banjir hanya setahun sekali. "Mereka memang enak, banjir dihitung hiburan setahun sekali. Dapat sumbangan. Tetapi bagaimana dengan petugas Satuan Koordinasi Pelaksana, para relawan, para dokter, orang-orang yang bekerja untuk menyelamatkan mereka? Mereka kerja keras. Belum lagi suara-suara miring yang dikeluarkan warga karena tidak puas dengan apa yang didapat," kata Ucok. M CLARA WRESTI Post Date : 05 Februari 2007 |