|
Kuningan, Kompas - Pasokan air dari mata air Cipaniis, Desa Paniis, Kecamatan Mandiracan, Kabupaten Kuningan, tidak dapat dibatasi berdasarkan batas administratif semata. Sebab, peruntukan air yang diatur dengan menerapkan arogansi daerah dapat berimbas negatif pada kebutuhan air di daerah lain. Demikian diungkapkan ahli hidrologi ITB, Dr Arwin Sabar MSc, Rabu (24/11), saat ditemui di kawasan mata air Cipaniis. Dalam kapasitas pemerhati tata guna air, dia mengungkapkan keprihatinan terhadap pertikaian antara Kota Cirebon dan Kabupaten Kuningan, terkait pasokan air dari Kuningan menuju Cirebon. "Berdasarkan sejarah tata guna air Kota Cirebon, sejak tahun 1937 telah diambil 25 liter air per detik dari Kuningan, tahun 1960 sekitar 100 liter per detik, dan tahun 1980 baru 760 liter per detik," kata Arwin. Dia mengatakan bila pasokan air menuju Kota Cirebon dikurangi drastis karena meningkatnya kebutuhan irigasi Kabupaten Kuningan, maka hal demikian tidak masuk akal, karena kebutuhan domestik masyarakat Cirebon terhadap air lebih penting. "Kebutuhan domestik terhadap air, harus diutamakan daripada kebutuhan pertanian pada air. Sebab manusia perlu bertahan hidup, dengan salah satu unsur utama, yakni air," kata Aswin tegas. Direktur Teknik PDAM Cirebon, Sri Supanti, mengatakan pihaknya berharap dengan pengukuran debit air, Rabu (24/11) - Jumat (26/11) ini, persoalan kelebihan debit air dapat terselesaikan. "Kami sesungguhnya menyesalkan anggapan Kabupaten Kuningan, bahwa PDAM Kota Cirebon melakukan penggelapan pengambilan air. Apalagi, perhitungan debit dilakukan dalam satu waktu tertentu," kata dia. Menurut Bupati Kuningan Aang Hamid Suganda, yang meninjau debit air dengan portable ultrasonic, Rabu (24/11), dia berharap agar hasil pengukuran dapat dijadikan materi bagi nota kesepahaman antara Pemkab Kuningan dan Kota Cirebon. Berdasarkan pengukuran di intake pipa PDAM Kota Cirebon sekitar mata air Cipaniis, tanggal 23 Oktober 2004, diketahui pengambilan debit air oleh PDAM Kota Cirebon sebesar 1.045,2 liter tiap detik. Hasil perhitungan tiga pipa (dua pipa peninggalan Belanda dan satu pipa milik PDAM), yakni pipa 400 milimeter dialirkan 75 liter per detik, pipa berdiameter 250 milimeter mengalirkan air 39 liter per detik, dan pipa berdiameter 700 mm mengalirkan 931,2 liter air per detik. Pengambilan air sebesar 1.045,2 liter per detik, menurut Bupati Kuningan Aang Hamid Suganda, melanggar kesepakatan Kabupaten Kuningan dengan PDAM Kota Cirebon, yang berlaku dari 24 April 2003 sampai 24 April 2005, bahwa PDAM Kota Cirebon maksimal hanya boleh mengambil air dari Cipaniis melalui pipa berdiameter 700 sebesar 750 liter per detik. Dia pun menolak dikatakan Kuningan tidak bermurah hati mengenai pembagian air menuju Cirebon. "Selama ini, meski Cirebon mengambil pasokan air dari Kuningan, namun sedikit sekali kontribusi mereka kepada pelestarian mata air Cipaniis maupun daerah resapan air di Gunung Ciremai. Kami tidak menuntut banyak, hanya supaya Cirebon mematuhi Surat Izin Pengambilan Air (SIPA)," kata Aang Hamid. Dia mengatakan kelebihan debit air akan dialihkan untuk menyuplai daerah kering di Kuningan, seperti di Desa Cimara, Nanggela, dan Kecamatan Mandiracan, yang sesungguhnya dilewati pipa PDAM Kota Cirebon. "Masih banyak daerah di Kuningan yang sebenarnya membutuhkan suplai air bersih," kata Aang. Sementara Arwin Sabar mengungkapkan seharusnya irigasi di Kuningan yang memanfaatkan mata air Cipaniis sebesar 300 liter per detik untuk irigasi, dialirkan melalui saluran irigasi yang dalam kondisi baik. "Bila saluran irigasi mempunyai kondisi baik, maka niscaya air irigasi sampai di sawah petani. Saat ini, saya menduga kebocoran-kebocoran saluran irigasi membuat sekitar 50 persen air meresap kembali ke dalam tanah," tandasnya. (RYO) Post Date : 26 November 2004 |