MAKASSAR - Andi Baelang, 60 tahun, tak mau setiap tahun warganya berhadapan dengan banjir. Rukun Warga 1 Kelurahan Maricaya Selatan, Mamajang, ini berusaha mencari cara menyelesaikannya. Apalagi banyak tanah di sekitar bangunan daerahnya ditutup paving block. "Saya melihat banyak genangan air pada halaman ini," kata Andi di kediamannya kemarin.
Paving block merupakan salah satu penyebab berkurangnya resapan air oleh tanah. Saluran pembuang air, pada musim hujan, terkadang tak mampu menampung air, apalagi sering kali tak terurus saat kemarau. Tak hanya paving block, resapan khusus diperlukan pada tanah yang tertutup beton dan aspal.
Melihat kondisi ini, Andi menggunakan lubang biopori. Lubang berdiameter 10 sentimeter dengan kedalaman 50-100 sentimeter. Lubang resapan biopori RW 1 ini diikutkan dalam Gerakan Sekali Bilas oleh Yayasan Peduli Negeri pada 2 Mei lalu. "Untuk kedalaman tergantung seberapa dalam lubang baru mendapatkan tanah," dia menjelaskan.
Tak hanya di rumah, Andi membuat biopori di halaman Baruga Habibi, Jalan Amrullah, yang sebagian besar menggunakan beton dan paving block.
Jika telah mendapat dasar tanah, Andi memasukkan pipa paralon, kemudian lubang biopori disumpal sampah organik. "Selain resapan air, biopori bisa menjadi decomposer kompos," kata Pensiunan Dinas Pertanian Makassar ini. Sampah organik ini bisa dijadikan sebagai kompos pada berbagai jenis tanaman.
Di setiap genangan air di rumahnya, Andi membuat lubang ini. Nah, dengan begitu, setiap hujan deras, Andi tak perlu lagi khawatir air akan menggenangi halaman rumahnya. Cara Andi ini memang tak diikuti oleh seluruh warga. Tapi warga biasa menggunakan sumur resapan. "Sumur resapan sudah lebih dulu dibuat oleh warga," kata dia. KAMILIA
Post Date : 17 Mei 2010
|