|
Jakarta, Kompas - Sejumlah kegiatan adaptasi lingkungan terhadap dampak perubahan iklim tidak terintegrasi, bahkan ada yang tumpang tindih. Dewan Nasional Perubahan Iklim menargetkan Juli 2012 selesai mendata kegiatan adaptasi perubahan iklim di Indonesia. Hal itu dikemukakan Erna Witoelar, anggota Kelompok Kerja Adaptasi pada Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Kamis (21/6), dalam pertemuan mengidentifikasi kegiatan adaptasi lingkungan terhadap perubahan iklim di Jakarta. Erna mengatakan, hampir semua kerentanan terhadap dampak perubahan iklim sudah ditangani masyarakat. Kini dibutuhkan clearing house, semacam institusi atau perangkat yang menyajikan sistem informasi kegiatan adaptasi. ”Clearing house itu mendukung sinergi, kerja sama, dan menghemat biaya untuk kegiatan adaptasi,” kata Erna. Sekretaris Kelompok Kerja Adaptasi DNPI Ari Muhammad mengatakan, target pendataan kegiatan adaptasi lingkungan terhadap perubahan iklim pada Juli nanti sudah sangat mendesak. Tak semua peserta pertemuan dari sejumlah instansi pemerintah ataupun lembaga swadaya masyarakat siap menyajikan data kegiatan adaptasi yang mereka kerjakan. Yogo Pratomo dari MercyCorps mengatakan, lembaganya sudah mengerjakan identifikasi dan perencanaan adaptasi lingkungan di Kota Bandar Lampung dan Semarang. ”Ada tiga masalah, yaitu dampak kenaikan muka laut, kenaikan temperatur, dan perubahan pola hujan,” kata Yogo. Dampak kenaikan muka laut di Semarang berdampak pada kejadian genangan (rob). Kenaikan temperatur berdampak pada meningkatnya ancaman kesehatan, seperti peningkatan risiko malaria dan demam berdarah. Perubahan pola hujan lebih banyak berdampak di bidang pertanian. Menurut Yogo, dari hasil identifikasi perlu direncanakan kegiatan adaptasi yang dilakukan dengan melibatkan semua pihak. (NAW) Post Date : 22 Juni 2012 |