|
Tubuh lelaki tua itu bersimbah peluh. Butir-butir keringat mengalir deras dari wajahnya yang hitam terpanggang matahari. Tapi, Dayat, 70 tahun, si lelaki tua, tetap bersemangat melanjutkan pekerjaannya di siang yang terik itu. Dengan sigap, gerobak penuh sampah itu dibawanya ke lahan pembuangan sementara (LPS) yang terletak persis di belakang Terminal Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pekerjaan sebagai tukang sampah telah ditekuni Dayat sejak puluhan tahun lalu. Dari pekerjaannya itu, Dayat mendapat gaji Rp 400 ribu sebulan. Gaji itu didapat dari pengurus rukun tetangga atas tugas membersihkan sampah di Kompleks Rawa Minyak, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Untunglah, setiap kali Dayat membersihkan sampah, ada saja warga yang menaruh iba kepadanya. "Kadang mereka suka kasih uang lelah. Besarnya kadang Rp 5.000 atau beberapa batang rokok. Tapi itu tidak selalu," kata Dayat saat ditemui sebulan silam. Uang tambahan itu seharusnya membuat Dayat senang karena berarti gajinya yang Rp 400 ribu bisa bertambah. Sayang, uang tambahan itu tak bisa ia simpan lama-lama. Pasalnya, uang tambahan itu harus ia sisihkan untuk membayar setoran sebesar Rp 250 ribu tiap bulan kepada pengelola LPS. "Jadi sama saja tiap bulan saya hanya bawa pulang Rp 400 ribu," katanya. Dengan uang sejumlah itu, Dayat mengaku kehidupannya makin susah. Walaupun tidak dikaruniai anak, uang sejumlah itu mesti dicukup-cukupkan buat mengontrak rumah dan menafkahi seorang istrinya. "Sering kali nggak masak di rumah. Harga-harga makin mahal." Sebagai rakyat kecil, Dayat hanya pasrah ketika ada kewajiban menyetor uang Rp 250 ribu kepada pengelola LPS. Dia tidak tahu-menahu uang yang disetor itu mengalir ke mana dan digunakan untuk apa. Padahal dalam sebulan, uang yang dikumpulkan oleh pengelola LPS bisa mencapai belasan juta rupiah. Pasalnya, tukang sampah individu yang beroperasi di situ mencapai 60 orang. Dengan kata lain, otoritas pengelola sampah di situ bisa mendulang Rp 15 juta per bulan. Sampah rumah tangga di Jakarta Selatan mencapai 63 persen dari seluruh volume sampah lainnya atau mencapai 3.114 meter kubik per hari. Sampah-sampah rumah tangga itu biasanya secara swadaya dikelola warga dengan bantuan tukang sampah seperti Dayat. Sutisna mengatakan, meski secara formal pungutan itu sebenarnya tidak ada, ia memahami jika praktek pungutan liar terjadi di lapangan. "Kira-kira sebagai uang lelah. Sebab, sampah itu kan harus diangkut truk ke Bantar Gebang," tuturnya. AMIRULLAH Post Date : 11 Maret 2009 |