|
Tamiang, Kompas - Banjir bandang melanda Kabupaten Aceh Tamiang, Nanggroe Aceh Darussalam, sehingga ruas jalan lintas dari Medan-Banda Aceh di Kilometer 120 terendam air sepanjang dua kilometer dengan ketinggian 0,5-1 meter. Kemacetan terjadi di jalan lintas tersebut karena banyak kendaraan yang mogok sehingga pasokan bantuan untuk korban bencana gempa dan tsunami dari Medan ke Banda Aceh melalui darat tersendat. Di Sumatera Selatan, luapan air sungai yang menggenangi tiga kecamatan di Kabupaten Muara Enim, sampai kemarin, belum surut. Permukaan air sungai, yang meluap selama delapan hari, terus meninggi. Selain membanjiri rumah-rumah penduduk, luapan air sungai juga menggenangi ruas jalan lintas tengah Sumatera di kawasan Gunung Megang, Muara Enim. Sementara di lokasi lain, arus sungai yang deras telah mengakibatkan longsor di ruas jalan Muara Enim-Tanjung Enim, yang terletak di 200 kilometer sebelah barat Palembang. Sejumlah kendaraan roda empat yang melintas di jalan lintas dari Medan-Banda Aceh tersebut, Jumat (14/1), terpaksa harus mematikan mesin dan didorong agar knalpot tidak kemasukan air. Sementara itu, kendaraan roda dua tidak bisa melalui jalan tersebut dan memilih memutar balik. Menurut masyarakat setempat, banjir itu terjadi sejak hari Selasa lalu. Di salah satu ruas jalan sepanjang sekitar satu kilometer yang kedalaman airnya mencapai satu meter, sejumlah kendaraan, terutama mobil kecil, memilih lewat jalan memutar ke tengah perkebunan yang tidak beraspal sekitar dua kilometer. Namun, truk dan bus tidak bisa melalui jalan memutar tersebut karena kondisi jalan yang tidak stabil. Akibatnya, truk dan bus terpaksa harus menerobos jalan yang digenangi air itu sehingga banyak di antaranya yang mogok di tengah jalan. Jika tidak segera surut, banjir kiriman itu dikhawatirkan mengganggu kiriman pasokan bantuan ke Banda Aceh. Selama ini, jalur tersebut merupakan jalur darat yang diandalkan untuk mengirimkan bantuan ke kawasan pantai timur Aceh sampai kota Banda Aceh. "Kemarin airnya sudah mulai surut, tetapi sekarang pasang lagi. Di daerah ini sebenarnya tidak hujan, tetapi di hulu Sungai Tamiang mungkin hujan deras. Yang kami khawatirkan sekarang ada hujan lagi di hulu sehingga banjir semakin tinggi," kata Ikram (25), pemuda Desa Seumadam, Kecamatan Kejuruan Muda, Kabupaten Aceh Tamiang. Terisolasi Banjir di kawasan Tamiang tersebut juga telah mengisolasi Kecamatan Kejuruan Muda dan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang. Hal itu karena transportasi darat dari pertigaan jalan negara Medan-Banda Aceh di simpang Seumadam sampai ke Kecamatan Tamiang Hulu dan pedalaman Kecamatan Kejuruan Muda putus. Banjir sedalam lebih dari satu meter itu menenggelamkan sedikitnya sembilan ruas jalan umum dari kota Kecamatan Tamiang Hulu, Pulau Tiga, sampai ke Seumadam. Sedikitnya 30.000 penduduk di kawasan tersebut kini hanya bisa mengharapkan pasokan logistik dari luar karena bahan makanan mereka terendam air. Ribuan warga juga telah mendirikan tenda-tenda darurat atau mengungsi ke tempat lain yang lebih aman. "Kami sekarang kesulitan mendapatkan beras dan kebutuhan pokok lainnya. Sejak jalan kemari terputus hari Selasa lalu, belum ada angkutan yang bisa masuk kemari," kata Lukman (30), warga Desa Tenggulun, Kejuruan Muda, kemarin. Harga berbagai kebutuhan pokok dan ongkos transportasi ke kawasan itu pun melonjak naik. Pasalnya, saat ini hanya perahu kayu bermesin diesel yang dapat mengakses kawasan di kaki Gunung Leuser tersebut. Menurut warga Desa Pulau Tiga, Sapiah (42), sebambu beras (sekitar 1,6 kilogram) yang semula dijual Rp 4.000, kini telah menembus Rp 8.000. Kenaikan harga juga terjadi pada minyak tanah dari semula Rp 1.300 per liter kini di Pulau Tiga dijual Rp 2.500 per liter. Kenaikan tersebut dipicu oleh minimnya pasokan kebutuhan pokok masyarakat dari daerah yang tidak terkena banjir. Mahalnya ongkos angkut menyebabkan pedagang enggan memasok barang ke Kecamatan Tamiang Hulu dan Simpang Kiri, Kejuruan Muda. Sejak banjir, masyarakat Pulau Tiga yang menuju Seumadam harus mengeluarkan biaya sedikitnya Rp 50.000 per orang sekali jalan. Ongkos tersebut membengkak karena mereka harus sembilan kali menumpang rakit dari batang pisang, yang ujungnya diikat dengan jeriken 30 liter, untuk melintasi banjir. Kesulitan transportasi terjadi dari Pulau Tiga dan Simpang Kiri menuju Seumadam. Sementara dari Seumadam menuju pedalaman, tersedia jasa perahu bermesin diesel yang membuat pangkalan darurat di Sungai Tamiang, sekitar 4 kilometer dari Seumadam. Dari Seumadam sampai ke Simpang Kiri, yang berjarak sekitar 20 kilometer, penumpang perahu dikenakan Rp 30.000 sekali jalan. Sampai kawasan Sekundur, yang sudah mendekati Kawasan Ekosistem Leuser, setiap penumpang harus membayar Rp 40.000. Perahu-perahu dari Kuala Simpang tersebut biasanya melayani penumpang sampai ke Desa Simpang Jernih, Kecamatan Serbajadi, yang hanya bisa ditempuh melalui jalur sungai.(aik/ham/DOT/IAM/JOS) Post Date : 15 Januari 2005 |