|
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tidak boleh melupakan ancaman banjir di Ibu Kota akibat luapan Kali Ciliwung. Banjir yang melanda sejumlah daerah di Jakarta pada Lebaran lalu membuktikan bahwa Daerah Aliran Sungai Ciliwung sudah rusak parah dan bisa berdampak besar. Hujan deras di hulu langsung menyebabkan banjir yang menggenangi rumah-rumah yang dihuni 16.311 jiwa di lima kecamatan di sepanjang bantaran Kali Ciliwung dan Kali Pesanggrahan pada 8-9 Agustus. Akibatnya, mereka terpaksa merayakan Lebaran di tengah kepungan air. Peneliti daerah tangkapan air dari Forest Watch Indonesia, Hari Yanto, mengingatkan, tutupan hutan di DAS Ciliwung menyusut drastis. Tahun 2000, tutupan hutan di DAS Ciliwung yang seluas 29.000 hektar masih 8.500 hektar atau 29 persen. Tahun 2013, tutupan hutan tinggal 3.500 hektar atau hanya 12 persen. Data versi Kementerian Lingkungan Hidup lebih mencemaskan lagi. Dari DAS Ciliwung seluas 37.472 hektar, tutupan hutan pada 2000 tinggal 7.190 hektar atau 19 persen. Tahun 2013, tersisa 3.709 hektar atau 9,8 persen. Sementara itu, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Kehutanan mewajibkan tutupan hutan minimal 30 persen dari luas DAS agar resapan air optimal. Tutupan hutan juga harus tersebar proporsional. Kondisi ini yang menyebabkan air hujan meluncur bebas ke muara dan membanjiri Jakarta. Kepala Bendung Katulampa Bogor Andi Sudirman juga mengingatkan, kurun Agustus 2013, tinggi muka air sudah beberapa kali menyentuh 200 cm (Siaga 2), bahkan 210 cm (Siaga 1). Dengan kondisi itu, bisa dipastikan bantaran Ciliwung di Jakarta akan kebanjiran 12 jam kemudian. Percepat normalisasi Kondisi tersebut mengharuskan proyek normalisasi dan penataan kawasan hulu lebih dipercepat lagi. Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta mencatat, daerah yang terdampak banjir pada saat ini belum ada perubahan dibandingkan dengan yang terlihat di peta Maret 2013. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, akhir pekan lalu, mengakui, penanganan banjir belum maksimal karena tidak bisa hanya dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tetapi juga bergantung pada pemerintah pusat dan pemerintah di wilayah hulu. ”Kuncinya, yang mendorong memang harus pemerintah pusat,” katanya. Marzuki (49), Ketua RT 007 RW 007, Kelurahan Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, juga berharap normalisasi kali dipercepat untuk mengantisipasi banjir saat musim hujan tiba. Menurut dia, pengerjaan normalisasi Kali Pesanggrahan sudah berlangsung satu tahun, tetapi belum kunjung selesai karena terkendala pembebasan lahan. Hal yang sama diharapkan Herman (48), pengurus RW 003 Kelurahan Bintaro. ”Kemarin ketinggian air di dalam rumah hampir 1 meter,” ujarnya. (BRO/FRO/K08) Post Date : 12 Agustus 2013 |