|
TEMPAT Pembuangan Akhir Bulusan, di Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, beraroma harum gorengan tempe. Pagi itu, Rabu (4/6), sekelompok ibu-ibu ramai-ramai menjajal kompor berbahan gas metana yang dipasang di halaman kantor TPA. Seperti memakai air keran, engsel digeser, api pun menyala. Hasilnya, makanan matang merata,” kata nyonya Nurrohmah, warga Kertosari yang mencoba kompor berbahan gas metana. Saat pertama mencoba kompor, Nurrohmah tak kesulitan. Ia malah asyik menggoreng karena api tak habis-habis dipakai. Ibu-ibu lain pun penasaran, jadilah mereka ramai-ramai mengelilingi kompor metana. Sudah sejak enam bulan lalu Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bulusan menjadi produsen gas metana. Gas itu didapat dari hasil pembusukan sampah yang sudah ditimbun lama. ”Timbunan sampah enam tahun lalu itu kami tutup tanah setebal 30 sentimeter, lantas kami tanam pipa yang kemudian dikoneksikan ke rumah warga terdekat. Dari pipa itulah gas metana mengalir dan menjadi bahan bakar gas pengganti elpiji,” kata Ahong Lee, anggota staf administrasi TPA Bulusan, Banyuwangi. Kekhawatiran adanya ledakan gas di TPA seperti yang pernah terjadi di Jawa Barat beberapa tahun silamlah, yang membuat Ahong dan kawan-kawan memilih memanfaatkan metana. Mereka belajar otodidak dengan mencari sumber-sumber informasi di internet dan diuji coba. Mereka juga mencoba membuat bahan bakar kendaraan dari sampah plastik. Sampah plastik dipanaskan dalam alat kompresor dan kemudian disuling menjadi cairan yang bisa digunakan sebagai pengganti bensin. Tetapi hasil pengolahan sampah tersebut belum diuji coba. Bahan bakar metana telah sukses dikenalkan kepada warga. Namun karena kapasitasnya terbatas, sampai kini hanya lima rumah yang teraliri metana. Sebagian warga lain masih menunggu aliran metana dari TPA. Hal yang tak kalah menyenangkan, TPA Bulusan tak lagi berbau busuk karena sebagian besar sampah ditutup. Sekali-sekali malah tercium aroma gorengan dari dapur kantor TPA. Berkurang Pemanfaatan sampah tidak hanya dilakukan saat di TPA. Kaum ibu di Banyuwangi juga membentuk kelompok bernama ”Merdeka dari Sampah”. Setiap dua pekan sekali mereka bergiliran berkeliling kampung, mengedukasi warga untuk mau memisahkan dan memanfaatkan sampah rumah tangga mereka. ”Ada yang mau, ada tetap saja membuang begitu saja sampah rumah tangga. Kami pun jadi tak kalah bandel untuk mengedukasi,” kata Suhaifia, Ketua Merdeka dari Sampah. Selama ini 50 persen sampah yang masuk ke TPA berasal dari rumah tangga. Beberapa ibu-ibu itu tidak hanya mengajari memilah sampah, tapi juga memanfaatkannya dengan membuatnya jadi kompos, mengubah kemasan kopi instan jadi tas cantik, dan botol air mineral jadi pot bunga. Dari hasil pengolahan sampah itu, kini sampah yang terkirim ke TPA kian berkurang. November lalu jumlah sampah yang dikirim ke TPA mencapai 3.545 meter kubik, terakhir pada Maret lalu turun menjadi hanya 3.344,5 meter kubik. Tidak mustahil ke depan, Banyuwangi merdeka dari sampah. Saunan, Kepala Bidang Kebersihan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Banyuwangi, mengatakan, dengan adanya pengelolaan dan pemanfaatan sampah, persoalan TPA pun kini berkurang. ”Kami tidak lagi dipusingkan mencari lahan untuk TPA tambahan karena kini umur TPA Bulusan bisa lebih panjang,” katanya. Siwi Yunita Cahyaningrum Post Date : 09 Juni 2014 |