|
KLATEN - Sumber air yang berada di Kabupaten Klaten berkurang cukup banyak pada tahun-tahun terakhir. Dari 230 sumber air di tahun 1997, kini tinggal 133 . Sementara sisanya telah mengering. ''Tahun 1997 masih ada 230 sumber, tetapi saat ini tinggal 133. Artinya, 97 sumber air sudah mengering. Bahkan, beberapa sumber yang masih mengeluarkan air, debitnya sudah jauh berkurang dari sebelumnya,'' papar Wakil Ketua DPRD Klaten Drs Anang Widayaka, kemarin. Berkurangnya jumlah sumber air itu menandakan bahwa laju kerusakan lingkungan di Klaten lebih cepat daripada laju reklamasi. Karenanya, Pemkab Klaten wajib mengendalikan laju kerusakan ekosistem. Jika laju kerusakan lingkungan sebanding dengan laju reklamasi, maka tidak akan ada masalah. Karenanya, kerusakan lingkungan harus segera diatasi, terutama di daerah tangkapan air di lereng Gunung Merapi. ''Contohnya di lereng Merapi, yang merupakan wilayah tangkapan air. Namun, sistem vegetasinya sudah tidak efektif lagi, sehingga air hujan langsung turun ke bawah menuju laut. Kalaupun ada yang tersisa akan menguap.'' Dia memperkirakan, berkurangnya jumlah sumber air secara cepat di Klaten karena penghijauan sudah tak ada lagi. Akibatnya, wilayah tangkapan tak bisa membuat air meresap ke dalam tanah dan muncul sebagai sumber air. ''Contohnya sumber air Kwanen di Desa Kepurun, Kecamatan Manisrenggo. Dahulu airnya berlimpah hingga bisa dimanfaatkan oleh warga sekitar. Saat ini, kondisinya sudah parah. Air yang tersisa tinggal segini,'' ungkap Anang sambil menunjuk dua ruas jarinya. Dengan kondisi tersebut, maklum kalau petani di daerah hilir mengeluh sulit mendapat air untuk mengairi lahannya. Debit air dari sumber-sumber di daerah hulu, saat ini sudah berkurang sehingga air tak sampai ke hilir. ''Masalah kerusakan lingkungan ini harus mendapat perhatian serius dari Pemkab Klaten. Kalau dibiarkan berlarut-larut maka akan mengancam kelestarian ekosistem dan ketersediaan air bagi masyarakat Klaten,'' tegas dia. Sebelumnya, kegiatan penambangan pasir di daerah Kemalang dituding sebagai salah satu memicu cepatnya kerusakan lingkungan di daerah tangkapan air. Upaya penertiban belum dilakukan secara tegas, sehingga kerusakan lingkungan tak bisa dihindari. Wakil Bupati Klaten Samiadji SE MM mengatakan bahwa Pemkab Klaten sudah melakukan upaya untuk membenahi kerusakan lingkungan di daerah tangkapan air. Pemkab sudah membentuk tim, namun upaya tim untuk menerapkan aturan belum berhasil. ''Tim sudah mencoba ke Kemalang, namun terhenti di kantor kecamatan karena ada salah persepsi dengan warga. Dikira kami mau 'membunuh' mereka (penambang pasir-Red) pelan-pelan. Padahal kami hanya ingin menertibkan agar daerah tangkapan air selamat,'' terang Samiadji, kemarin. Untuk menghindari salah persepsi, Pemkab Klaten akan melakukan sosialisasi terlebih dahulu. Kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir sudah cukup parah. Karena itu, akan dilakukan pembenahan terutama di daerah tangkapan air. (F5-50d) Post Date : 29 Maret 2006 |