Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) mendesak
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta segera menghentikan swastanisasi pengelolaan
air bersih di Jakarta dengan memutus kontrak kerjasama dengan pihak swasta.
Aktifis KMMSAJ dari
Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun mengatakan, saat ini air
bersih untuk bagian barat Jakarta dikelola PT. Palyja yang dimiliki oleh Suez
Environnment dan Astratel. Sedang sebelah timur dikelola PT Aetra milik
Acuatico.
"Karena ini
momentum 16 tahun swastanisasi pengelolaan air Jakarta, justru tidak memberikan
dampak yang bagus pada masyarakat," kata Tama dalam konferensi pers di
kantor ICW Kalibata, Selasa (4/6).
Dia mengatakan,
swastanisasi layanan air perpipaan di Jakarta genap memasuki usia yang ke 16.
Ironisnya, pengelolaan air bersih justru menjadi permasalah baru bagi
masyarakat Jakarta. Jaminan masyarakat atas air bersih tidak terpenuhi. Bahkan
PDAM pun mengalami kerugian yang luar biasa.
Dia membandingkan
pengelolaan air minum oleh perusahaan air minum di Phnom Penh, ibukota Kamboja,
yang hanya butuh 13 tahun untuk secara signifikan memperbaiki layanan.
"Sementara di
Jakarta, dalam 16 tahun kondisi layanan air masih memprihatinkan. Banyak
penduduk yang masih harus mengkonsumsi air tanah atau membeli air dengan harga
sangat mahal," urainya.
Sebagai
perbandingan, di Phnom Penh tahun 1993 air hanya dinikmati 25 persen penduduk,
namun 13 tahun kemudian sudah 90 persen penduduk mendapat layanan air 24 jam
dengan tingkat kebocoran turun dari 72 persen menjadi 6 persen. Dari segi
pendapatan perusahaan meningkat drastis dari sekitar Rp 1,5 miliar menjadi Rp
72,5 miliar.
Namun di Jakarta
setelah bertahun-tahun dikelola perusahaan raksasa air internasional, Badan
Pusat Statistik tahun 2010 masih mengatakan hanya 34,8 persen penduduk DKI yang
memiliki sumber air minum bersih yang layak.
"Itu data
2010, tapi pada 2012 juga tidak banyak perubahan. Di sisi lain kita juga
dibebankan dengan tarif yang begitu mahal. Audit BPKP saja mengatakan kalau
kita kemahalan bayarnya," tutur Siti Badriyah dari KMMSAJ.
Dia menambahkan,
yang diperoleh masyarakat Jakarta tidak sebanding dengan keuntungan yang
diperoleh swasta pengelola air Jakarta. Yang menyakitkan lagi, mereka
beroperasi menggunakan sumber daya dan aset milik PAM Jaya selaku perusahaan
daerah.
"Jadi ini
momentum yang tepat untuk Pemprov DKI menghentikan kontrak kerjasama
pengelolaan air bersih Jakarta dengan pihak swasta," pungkasnya.
Post Date : 05 Juni 2013
|